Raksasa chip grafis Nvidia (NASDAQ: NVDA) sepakat menyerahkan 15% pendapatan dari penjualan chip pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk pasar China kepada pemerintah AS, sebagai syarat memperoleh lisensi ekspor.
Kesepakatan ini juga berlaku bagi Advanced Micro Devices (AMD), produsen GPU pesaing, menurut laporan Financial Times.
Lisensi ekspor tersebut memungkinkan Nvidia kembali memasarkan chip H20 GPU yang dirancang khusus untuk pasar China yang sebelumnya terkena larangan penjualan akibat perluasan kontrol ekspor oleh pemerintahan Donald Trump pada April lalu.
Larangan itu memaksa Nvidia menghentikan penjualan H20 dan mencatat kerugian persediaan serta komitmen pembelian senilai US$4,5 miliar pada laporan kuartal pertamanya.
Sebelum larangan berlaku, penjualan H20 ke China pada kuartal I 2025 mencapai US$4,6 miliar. Nvidia memperkirakan kehilangan potensi penjualan tambahan senilai US$2,5 miliar karena pembatasan tersebut.
Dengan kembalinya izin ekspor pada kuartal III, penjualan H20 diproyeksikan bisa mencapai sekitar US$9 miliar, yang berarti pemerintah AS akan menerima sekitar US$1,35 miliar dari bagi hasil tersebut.
Meski nominalnya besar, kontribusi 15% dari penjualan H20 hanya diperkirakan menggerus 2–3% total pendapatan Nvidia per kuartal dampak yang relatif kecil bagi perusahaan yang membukukan margin laba bersih teradjustasi 56,1% pada kuartal I.
Kesepakatan ini dinilai lebih menguntungkan ketimbang kehilangan seluruh penjualan di pasar AI China, yang menyumbang lebih dari 15% pendapatan Nvidia. Pasar ini juga menjadi medan penting dalam persaingan teknologi global, di tengah ketegangan dagang AS–China dan meningkatnya permintaan chip AI untuk pusat data.
Analis memprediksi langkah ini tidak akan menghentikan tren kenaikan saham Nvidia, yang selama ini didorong oleh lonjakan permintaan AI global dan dominasi perusahaan dalam pasar chip berperforma tinggi.