Setelah sempat terhantam larangan ekspor chip canggih oleh pemerintah Amerika Serikat, Nvidia kembali berusaha menyeimbangkan kepentingan bisnis dan geopolitik. Perusahaan semikonduktor asal California itu kini dilaporkan tengah mengembangkan chip AI baru khusus untuk pasar Tiongkok, berbasis arsitektur Blackwell yang lebih modern dibandingkan chip H20 yang sudah dinilai “usang” oleh Presiden AS Donald Trump.
Nvidia dan Chip AI Baru untuk China
Menurut laporan eksklusif yang dikutip Reuters, chip baru tersebut diberi nama sementara B30A. Produk ini akan memakai desain single-die, berbeda dari dual-die B300 chip andalan Nvidia untuk pasar global.
Walau memiliki setengah daya komputasi mentah dibanding B300, B30A tetap diposisikan lebih kuat daripada H20, chip berbasis arsitektur Hopper yang selama ini menjadi satu-satunya opsi Nvidia di China akibat aturan ekspor sejak 2023.
Chip B30A dikabarkan tetap akan mengusung fitur high-bandwidth memory (HBM) serta NVLink untuk mempercepat transmisi data antar prosesor, dua teknologi yang sangat penting dalam beban kerja AI modern.
Jika tak ada hambatan, Nvidia menargetkan sampel uji coba bisa dikirim ke klien China mulai bulan depan.
Faktor Geopolitik: Antara Bisnis dan Regulasi
Meski Nvidia berharap besar pada B30A, jalannya tidak mulus. Washington masih dihantui kekhawatiran bahwa akses China terhadap chip AI, bahkan versi “downgrade”, bisa mempercepat ambisi Beijing dalam pengembangan kecerdasan buatan dan teknologi militer.
Trump baru-baru ini membuka kemungkinan melonggarkan aturan, dengan syarat Nvidia dan AMD menyetorkan 15% dari pendapatan penjualan chip AI di China ke pemerintah AS.
Ia bahkan menyebut H20 sebagai chip “obsolete” dan menyarankan chip baru untuk China akan memiliki “30% hingga 50% performa lebih rendah” dari model unggulan.
Namun, baik politisi Demokrat maupun Republik di Kongres masih bersikap waspada. Mereka khawatir akses meski terbatas sekalipun tetap akan memperkecil jarak teknologi antara AS dan Tiongkok.
Mengapa Pasar China Penting bagi Nvidia?
China menyumbang sekitar 13% dari total pendapatan Nvidia pada tahun fiskal lalu. Kehilangan pasar sebesar ini jelas bukan pilihan mudah. Apalagi, Nvidia ingin mempertahankan dominasi ekosistem software-nya, termasuk CUDA yang menjadi standar industri.
Jika pelanggan di China beralih ke chip buatan lokal, misalnya Huawei, maka bukan hanya pasar hardware yang hilang, tetapi juga seluruh ekosistem developer yang selama ini melekat pada Nvidia.
Kompetisi: Huawei vs Nvidia
Huawei telah membuat kemajuan signifikan di bidang chip AI. Beberapa analis menyebut performa chip Huawei sudah mendekati Nvidia dalam hal daya komputasi, meskipun masih tertinggal dalam aspek ekosistem software dan bandwidth memori.
Inilah sebabnya Nvidia tetap berkepentingan hadir di China. Selama developer AI di sana menggunakan chip Nvidia, mereka akan terikat dengan platform software Nvidia. Namun jika ekosistem itu hilang, Nvidia bisa kehilangan keunggulan kompetitif jangka panjang.
Chip Lain yang Disiapkan Nvidia: RTX6000D
Selain B30A, Nvidia juga sedang mempersiapkan chip lain khusus untuk Tiongkok, yakni RTX6000D. Produk ini lebih lemah dari H20, karena menggunakan memori GDDR konvensional dengan bandwidth 1.398 GB/s, sedikit di bawah ambang batas 1,4 TB/s yang ditetapkan regulator AS.
Dengan spesifikasi “aman regulasi”, RTX6000D dijadwalkan mulai dikirim dalam jumlah kecil ke klien China pada September 2025.
Risiko Besar: Regulasi, Persaingan, dan Citra
Langkah Nvidia ini membawa tiga risiko utama:
- Regulasi AS – Persetujuan ekspor belum pasti. Jika Washington memblokir, Nvidia terancam kehilangan momentum.
- Persaingan Domestik – Huawei dan perusahaan chip lokal makin agresif. Bila Nvidia gagal hadir di pasar China, posisi Huawei bisa semakin dominan.
- Citra & Politik – Media pemerintah China sempat menuding chip Nvidia memiliki potensi risiko keamanan. Jika isu ini digoreng, pasar bisa semakin menjauh.
Dampak untuk Investor
Bagi investor, strategi Nvidia di China adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, keberhasilan meluncurkan B30A dan RTX6000D bisa menjaga pangsa pasar Nvidia sekaligus menjaga ekosistem software CUDA tetap dominan.
Di sisi lain, jika pemerintah AS menolak izin ekspor, Nvidia bisa kehilangan hingga US$10–12 miliar potensi pendapatan tahunan.
Wall Street sendiri terbelah. Sebagian analis melihat langkah ini sebagai strategi jitu mempertahankan pengaruh, sementara yang lain khawatir Nvidia terlalu bergantung pada pasar yang secara geopolitik “beracun”.
Chip baru Nvidia untuk China bukan sekadar produk baru, melainkan strategi bertahan hidup di tengah tarik-menarik geopolitik. Dengan B30A dan RTX6000D, Nvidia mencoba mencari “jalan tengah” antara memenuhi regulasi AS dan mempertahankan pasar Tiongkok yang sangat penting.
Pertanyaan kuncinya: apakah langkah ini akan terbukti sebagai strategi jangka panjang yang visioner, atau justru menjadi taruhan berisiko yang suatu saat bisa berbalik merugikan?