Jun 29, 2025

Nvidia Cetak Rekor Pendapatan, tapi Tantangan Besar Menanti

Default Featured Image

Nvidia (NVDA) melaporkan pendapatan kuartal keempatnya setelah penutupan pasar pada hari Rabu, melampaui ekspektasi analis baik dari segi pendapatan maupun laba, serta memberikan proyeksi Q1 yang solid. Saham Nvidia sempat naik hingga 2% setelah pengumuman ini, tetapi mendekati pukul 18:00 ET, kenaikannya hanya sekitar 0,7%.

Laporan keuangan Nvidia dirilis di tengah ancaman tarif 25% pada chip yang diimpor ke AS serta potensi peningkatan kontrol ekspor ke China. Perusahaan AI ini juga menghadapi dampak dari klaim bahwa startup China, DeepSeek, berhasil mengembangkan model AI menggunakan chip Nvidia yang kurang bertenaga dibandingkan pesaing AS, memunculkan pertanyaan apakah perusahaan Big Tech terlalu banyak berinvestasi dalam AI.

Untuk kuartal ini, Nvidia melaporkan laba per saham (EPS) sebesar $0,89 dengan pendapatan $39,3 miliar. Sementara itu, analis memperkirakan EPS sebesar $0,84 dengan pendapatan $38,2 miliar. Nvidia juga memberikan proyeksi pendapatan Q1 sebesar $43 miliar dengan margin kesalahan plus atau minus 2%, lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar $42,3 miliar.

Pendapatan dari pusat data tercatat sebesar $35,6 miliar, melampaui ekspektasi sebesar $34 miliar.

Blackwell AI dan Tantangan di Pasar

> “Kami berhasil meningkatkan produksi massal superkomputer AI Blackwell dalam skala besar, mencapai penjualan miliaran dolar di kuartal pertamanya,” ujar CEO Jensen Huang dalam pernyataannya. “AI berkembang dengan kecepatan luar biasa, dengan AI agentic dan AI fisik yang membuka jalan bagi gelombang AI berikutnya untuk merevolusi industri terbesar.”

Menurut CFO Nvidia, Colette Kress, penyedia layanan cloud menyumbang 50% dari total pendapatan pusat data Nvidia pada kuartal ini, angka yang mirip dengan kuartal sebelumnya. Lini chip Blackwell milik Nvidia memberikan kontribusi miliaran dolar pada kuartal ini, kata Kress.

> “Kami mencatat pendapatan sebesar $11 miliar dari arsitektur Blackwell pada kuartal keempat tahun fiskal 2025, menjadikannya peluncuran produk tercepat dalam sejarah perusahaan kami.”

Namun, pendapatan Nvidia dari sektor gaming turun 11% dibandingkan tahun sebelumnya akibat kendala pasokan pada chip gaming terbaru mereka.

Huang juga menyinggung kekhawatiran bahwa model AI DeepSeek, yang dikembangkan menggunakan chip Nvidia berdaya lebih rendah tetapi tetap bisa menyaingi model AI buatan AS, dapat berdampak pada penjualan Nvidia.

“Permintaan untuk Blackwell sangat luar biasa, karena reasoning AI menambah hukum skala baru, meningkatkan komputasi untuk pelatihan membuat model lebih pintar, dan meningkatkan komputasi untuk pemrosesan yang lebih lama menghasilkan jawaban yang lebih cerdas,” katanya.

Persaingan dan Ancaman Regulasi

Nvidia masih menjadi pemimpin di pasar chip AI dan tampaknya belum akan kehilangan posisi tersebut dalam waktu dekat. Chip-chipnya menjadi incaran di Silicon Valley dan di luar itu, sementara pesaingnya masih jauh dari menyaingi keunggulan kinerjanya.

Perusahaan-perusahaan Big Tech seperti Amazon (AMZN), Google (GOOG, GOOGL), Meta (META), dan Microsoft (MSFT) menghabiskan miliaran dolar untuk membangun pusat data AI mereka, dan sebagian besar dari dana itu mengalir ke Nvidia.

Namun, saham perusahaan-perusahaan tersebut justru mengalami penurunan di awal tahun 2025.Induk Google, Alphabet, turun lebih dari 8% sejak awal tahun, Amazon turun 2,5%, Microsoft turun 5,3%, dan Apple (AAPL) turun lebih dari 4%. Meta menjadi pengecualian, dengan sahamnya naik lebih dari 14%.

Nvidia juga menghadapi ancaman dari kebijakan Presiden Trump yang berencana memberlakukan tarif 25% pada chip yang diimpor ke AS, yang dapat memaksa Nvidia untuk menaikkan harga atau menanggung sebagian biaya tarif tersebut, sehingga mengurangi margin keuntungan. Nvidia bekerja sama dengan TSMC dalam produksi chipnya, yang sebagian besar dibuat di Taiwan.

Selain itu, Trump juga mengancam akan memberlakukan lebih banyak pembatasan ekspor pada chip Nvidia yang dikirim ke China, yang berpotensi mengurangi pendapatan perusahaan dari wilayah tersebut.

Wall Street juga mencermati dampak dari Amazon, Google, Microsoft, dan Meta yang mengembangkan chip AI mereka sendiri dibandingkan menggunakan produk Nvidia. Jika chip buatan mereka bisa menyamai performa Nvidia, maka ketergantungan terhadap Nvidia bisa berkurang.

Namun, analis Morgan Stanley Research, Joseph Moore, memperingatkan agar tidak bereaksi berlebihan terhadap potensi chip AI kustom ini, yang dikenal sebagai ASIC (Application Specific Integrated Circuit).

> “Dengan mengamati 20 sampai 25 alternatif Nvidia selama bertahun-tahun, sebagian besar gagal mendapatkan daya tarik di pasar. Awalnya ada antusiasme karena harga dan potensi kinerja, tetapi setelah uji coba awal, banyak yang akhirnya kembali ke Nvidia, yang memiliki ekosistem paling matang. Alternatif tersebut akhirnya ditinggalkan, dan dalam beberapa kasus tidak pernah digunakan lagi,” tulis Moore.

Meski demikian, chip buatan Google dan Amazon sejauh ini menjadi pengecualian dari tren tersebut. Namun, Moore menegaskan bahwa Nvidia tetap terus memperkuat posisinya di industri AI.

Nvidia Cetak Rekor Pendapatan, tapi Tantangan Besar Menanti
by Rian Jakawardana


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan