Saham Tesla Inc. (NASDAQ: TSLA) melonjak mantap di awal pekan setelah kabar mengejutkan beredar: Elon Musk memutuskan untuk menghentikan proyek ambisius Dojo superkomputer yang semula digadang-gadang akan menjadi tulang punggung sistem kecerdasan buatan (AI) Tesla.
Keputusan ini langsung memicu perdebatan di kalangan analis dan investor: langkah berani yang efisien, atau kehilangan peluang emas?
Mengapa Tesla Mematikan Dojo?
Proyek Dojo, yang sempat menjadi sorotan dunia teknologi, dirancang untuk mengolah data dalam jumlah masif guna melatih algoritma AI Tesla, terutama untuk pengembangan mobil otonom.
Namun, membangun in-house chip dan infrastruktur AI dengan skala tersebut ternyata membawa risiko biaya yang tinggi dan ketidakpastian teknis.
Alih-alih terus membakar kas untuk riset internal, Tesla kini memilih jalur yang lebih pragmatis: bermitra dengan raksasa chip seperti Nvidia (NVDA) dan Samsung. Kedua perusahaan tersebut memiliki rekam jejak kuat dalam produksi semikonduktor dan GPU berperforma tinggi, sehingga Tesla bisa mengakses teknologi terbaru tanpa harus menunggu proses pengembangan internal yang panjang.
Keputusan ini juga memberi ruang bagi Tesla untuk fokus pada pengembangan chip AI5 dan AI6 miliknya, sambil mengalihkan dana dan sumber daya ke lini bisnis yang lebih dekat ke pasar mulai dari peningkatan Full Self-Driving (FSD) hingga optimisasi produksi EV global.
Sinyal Positif bagi Investor?
Menurut Adam Jonas, analis senior Morgan Stanley yang dikenal sebagai salah satu “bull” terbesar Tesla di Wall Street, langkah ini adalah katalis positif. Jonas menilai, mematikan Dojo dapat memangkas signifikan biaya terkait AI dan membuka peluang kolaborasi yang lebih luas antara Tesla dan xAI, perusahaan AI generatif milik Elon Musk.
Morgan Stanley mempertahankan target harga saham Tesla di US$410 sekitar 18% di atas harga saat ini. Jonas juga menyoroti bahwa pasokan GPU global kini membaik, sehingga ketergantungan Tesla pada pihak ketiga menjadi lebih masuk akal secara strategis.
Tapi Tidak Semua Analis Sepakat
Meski Morgan Stanley optimis, konsensus Wall Street justru lebih berhati-hati. Mayoritas analis mempertahankan rating “Hold” untuk TSLA, dengan target harga rata-rata di kisaran US$300.
Itu berarti, jika proyeksi ini benar, saham Tesla justru berpotensi turun 13% dari level saat ini.
Kekhawatiran utamanya: Tesla berisiko kehilangan keunggulan kompetitif di bidang AI jika terlalu bergantung pada pemasok eksternal. Beberapa pengamat bahkan membandingkan langkah ini dengan Apple yang pernah mengandalkan Intel sebelum akhirnya membangun chip in-house sendiri.
Implikasi Jangka Panjang
Dari perspektif teknologi, mematikan Dojo mungkin tampak seperti kemunduran. Namun, bagi pasar modal, ini adalah pesan tegas bahwa Tesla kini lebih fokus pada eksekusi dan efisiensi ketimbang ambisi moonshot yang memakan waktu dan biaya besar.
Bila strategi ini berhasil, Tesla dapat mempercepat inovasi tanpa mengorbankan neraca keuangan. Namun jika terlalu mengandalkan pihak ketiga, risiko keterlambatan dan ketergantungan teknologi bisa menjadi masalah jangka panjang terutama di industri mobil otonom yang sangat kompetitif, di mana Google’s Waymo dan BYD mulai mengincar pangsa pasar AI mobil pintar.
📊 Fakta Singkat TSLA (13 Agustus 2025)
- Harga saham: naik lebih dari 50% sejak titik terendah 8 April 2025
- Target harga Morgan Stanley: US$410 (+18%)
- Target harga konsensus Wall Street: US$300 (-13%)
- Mitra utama baru: Nvidia, Samsung
- Fokus teknologi: chip AI5 & AI6, FSD, ekspansi EV global
Jika keputusan ini terbukti tepat, Elon Musk sekali lagi akan membuktikan bahwa jalan pintas yang cerdas kadang lebih berharga daripada kebanggaan membangun segalanya sendiri.
Namun, pasar akan menilai bukan dari pidato, melainkan dari hasil yang tampak di neraca dan di jalan raya.