Demam Labubu yang Mulai Dingin
Beberapa bulan lalu, Labubu karakter menggemaskan dari seri The Monsters besutan Pop Mart menjadi primadona di dunia koleksi global. Dari influencer kelas dunia seperti Lisa BLACKPINK, Rihanna, hingga David Beckham, semua ikut mempopulerkan mainan bertaring lucu asal Tiongkok itu.
Tapi kini, gelombang antusiasme tersebut mulai bergeser. Harga jual kembali (resale price) Labubu anjlok drastis di berbagai pasar, termasuk Thailand, Tiongkok, dan kawasan Asia Tenggara.
Namun, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa permintaan menurun. Di balik fenomena ini, ada cerita yang jauh lebih menarik tentang bagaimana ledakan pasokan dan strategi bisnis Pop Mart bisa mengubah lanskap pasar koleksi global.
Harga Jatuh, Tapi Permintaan Masih Menggeliat
Menurut data dari platform resale Qiandao, harga karakter Labubu “Luck” yang diluncurkan pada April sempat menembus 500 yuan (sekitar Rp 1,1 juta) pada puncaknya di bulan Juni. Kini, harga itu terjun bebas ke sekitar 108 yuan (sekitar Rp 220 ribu) bahkan lebih murah dari harga resmi di toko Pop Mart.
Kasidit Teerawiboosin, seorang reseller berusia 22 tahun asal Thailand, mengakui bahwa masa keemasan “flipping” Labubu mulai memudar. “Harga di pasar Thailand turun sangat cepat. Sekarang sudah tidak semudah dulu untuk dapat untung besar,” ujarnya.
Namun, para analis justru melihat fenomena ini bukan sebagai tanda penurunan minat. Sebaliknya, Pop Mart telah meningkatkan produksi Labubu hingga 10 kali lipat, memproduksi sekitar 30 juta unit per bulan.
Jadi, penurunan harga lebih disebabkan oleh banjir pasokan, bukan hilangnya permintaan.
Mainan Koleksi Jadi Barang Massal
Sid Si, Co-COO Pop Mart, menggambarkan situasi ini seperti “tiket konser”. Bedanya, kalau konser tidak bisa menambah kursi, Pop Mart justru bisa menambah stok sebanyak yang diperlukan.
Dengan langkah agresif ini, perusahaan berusaha menekan harga resale yang terlalu tinggi dan sekaligus menghindari scalping (penimbunan untuk dijual mahal kembali).
Langkah ini juga tampaknya berbuah manis. Berdasarkan laporan keuangan, pendapatan Pop Mart tumbuh hingga 250% pada kuartal Juli–September 2025, melampaui pertumbuhan semester pertama sebesar 204,4%.
Meski sahamnya sempat terkoreksi 25% sejak Agustus, Pop Mart masih mencatat kenaikan harga saham 186% sepanjang tahun ini.
Berburu Pasar Baru ke Eropa dan Rusia
Dengan Pop Mart kini membuka gerai terbesar di Bangkok dan memperluas kanal penjualan langsung ke konsumen, reseller seperti Teerawiboosin mulai mencari pasar baru. Banyak yang kini mengekspor Labubu ke Eropa dan Rusia, di mana Pop Mart belum memiliki toko resmi.
Fenomena ini menandakan bahwa meski pasar domestik mulai jenuh, peluang ekspansi global Pop Mart masih sangat besar. Selain Labubu, karakter baru seperti “Twinkle Twinkle” juga disebut-sebut menjadi motor pertumbuhan berikutnya.
Harga Sekunder Tak Selalu Jadi Indikator
Menurut analis Morgan Stanley, harga di pasar second-hand tak lagi merefleksikan kondisi nyata antara penawaran dan permintaan. Pop Mart kini aktif membatasi praktik scalping, membuat harga jual kembali menjadi indikator yang menyesatkan. Investor kini menilai risiko baru: apakah pertumbuhan luar biasa Pop Mart sudah mencapai puncaknya?
Morningstar juga menambahkan bahwa penurunan harga resale bisa berarti dua hal: permintaan yang sudah terpenuhi dan pasokan yang meningkat drastis. Dengan kata lain, bukan berarti penggemar Labubu berkurang hanya saja mereka kini lebih mudah mendapatkannya langsung dari toko resmi.
Dari Euforia ke Ekspansi Global
Kisah Labubu menjadi contoh menarik bagaimana sebuah tren budaya pop bisa berkembang menjadi fenomena ekonomi global dan bagaimana cepatnya pasar koleksi bisa beradaptasi terhadap perubahan pasokan.
Pop Mart tampaknya paham bahwa menjaga keseimbangan antara eksklusivitas dan aksesibilitas adalah kunci jangka panjang. Dengan strategi ekspansi agresif dan karakter-karakter baru yang terus bermunculan, perjalanan Pop Mart jelas belum berakhir.
Mulai Koleksi, Mulai Investasi
Bagi para investor dan kolektor, kisah Labubu menunjukkan bahwa setiap tren memiliki siklusnya. Saat satu karakter turun daun, peluang baru bisa muncul di tempat lain. Mulailah berinvestasi dengan lebih cerdas baik di pasar saham maupun aset alternatif seperti kripto dan emas.
Investasikan masa depanmu bersama Nanovest mulai dari Rp 5.000 dan bangun portofolio yang tumbuh seiring tren global.



