Jun 30, 2025

Harga Emas Terkoreksi Tipis, Ketidakpastian Tarif Trump dan Data Inflasi AS Jadi Fokus Pasar

Default Featured Image

Setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa minggu lalu, harga emas dunia kini sedikit melunak. Pada Rabu waktu AS, logam mulia ini diperdagangkan di kisaran $3.016 per ons, terkoreksi tipis 0,1%.

Meski demikian, level psikologis $3.000 masih bertahan kuat, menandakan bahwa pasar belum sepenuhnya meninggalkan aset safe haven ini.

Namun di balik angka itu, ada narasi yang jauh lebih kompleks: dari lonjakan imbal hasil obligasi AS, penguatan dolar, hingga ketegangan geopolitik dan kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump yang dinilai dapat memicu gelombang baru inflasi global.

Kenaikan Imbal Hasil dan Dolar Menekan Harga Emas

Penguatan indeks dolar AS sebesar 0,4% dan naiknya imbal hasil obligasi 10 tahun menjadi katalis koreksi harga emas. Keduanya merupakan musuh alami bagi emas dolar yang lebih kuat membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, sementara yield yang lebih tinggi membuat investor beralih dari aset non-yielding seperti emas.

Namun, di tengah tekanan teknikal itu, logam kuning masih disangga oleh sentimen kekhawatiran global. “Emas masih ditopang oleh minat lindung nilai (haven interest) di tengah ketidakpastian tarif dan risiko geopolitik,” ujar Peter Grant, VP di Zaner Metals.

Ancaman Tarif Trump Bisa Picu Inflasi Baru?

Presiden Trump pada awal pekan ini kembali mengguncang pasar dengan pernyataan bahwa tarif impor mobil “segera diberlakukan.” Namun ia juga mengisyaratkan bahwa beberapa negara bisa mendapatkan pengecualian, dan tarif tak akan langsung diberlakukan secara menyeluruh pada 2 April.

Pernyataan ambigu ini menciptakan ketidakpastian besar. Investor khawatir tarif tersebut dapat memicu inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global dua hal yang biasanya mendongkrak permintaan terhadap emas.

“Jika ternyata tarif yang dijatuhkan tidak separah ekspektasi pasar, kita bisa lihat koreksi lanjutan di harga emas,” kata analis Marex, Edward Meir. Namun jika tarif benar-benar agresif, harga emas bisa kembali memanas.

Emas Masih Naik 15% Sepanjang Tahun

Perlu dicatat, meski ada koreksi singkat, harga emas telah naik lebih dari 15% sepanjang 2025, dan menyentuh level tertinggi sepanjang masa di $3.057,21 per ons pada 20 Maret lalu.

Kenaikan ini dipicu oleh gabungan sentimen: ketegangan geopolitik di Timur Tengah, potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed, dan kekhawatiran pasar atas stabilitas fiskal AS.

Fokus pasar kini tertuju pada data Personal Consumption Expenditures (PCE) yang akan dirilis Jumat ini. Jika inflasi inti PCE menunjukkan angka yang lebih jinak, itu akan menguatkan ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mulai menurunkan suku bunga tahun ini kondisi yang sangat mendukung bagi logam mulia.

“PCE yang jinak akan memperkuat sikap dovish The Fed dan memberi dorongan lanjutan untuk harga emas,” ujar Grant.

Apa Kata The Fed?

Gubernur The Fed dari Minneapolis, Neel Kashkari, menyatakan bahwa meski inflasi telah melandai secara signifikan, “kami masih punya pekerjaan rumah untuk menurunkannya ke target 2%.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa The Fed tetap berhati-hati, dan keputusan pemangkasan suku bunga tidak akan diambil secara tergesa-gesa.

Suku bunga yang lebih rendah membuat emas yang tidak memberikan imbal hasil (yield) terlihat lebih menarik sebagai alternatif investasi, khususnya bagi investor institusional dan sovereign wealth fund yang ingin melindungi nilai aset mereka.

Logam Lain Ikut Bergerak

Selain emas, beberapa logam mulia lainnya juga mencatat pergerakan:

* Perak turun 0,3% ke $33,63 per ons

 
* Platinum melemah 0,1% menjadi $975,17

 
* Palladium justru naik 1% ke $965,98

Volatilitas di sektor logam mulia menandakan bahwa pasar masih dalam mode waspada menjelang rilis data ekonomi utama dan kepastian soal kebijakan Trump.

Saat Pasar Menahan Napas

Koreksi kecil pada harga emas tidak serta-merta menandakan pembalikan tren. Pasar masih menanti kepastian arah suku bunga AS dan skala dampak kebijakan tarif Presiden Trump. Jika kedua faktor ini mengarah pada ketidakpastian atau tekanan inflasi baru, emas bisa kembali reli menuju target teknikal berikutnya di $3.150 per ons.

“Ketika dunia makin bingung memilih arah, emas tetap jadi pilihan mereka yang memilih aman,”

Harga Emas Terkoreksi Tipis, Ketidakpastian Tarif Trump dan Data Inflasi AS Jadi Fokus Pasar
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan