Jun 30, 2025

Harga Emas Naik Tajam, China dan Isu Tarif AS Jadi Pemicu

Default Featured Image

Harga emas naik ke level tertinggi dalam dua minggu pada hari Selasa, didorong oleh aksi beli pasca libur dari China dan kekhawatiran terhadap potensi tarif baru Amerika Serikat pada impor farmasi. Sementara itu, para investor menantikan hasil pertemuan kebijakan Federal Reserve.

Harga emas spot tercatat naik 2,4% menjadi $3.413,29 per ons pada pukul 13.56 waktu ET (17.56 GMT), tertinggi sejak 22 April ketika menyentuh rekor $3.500,05 per ons.

Pasar di China, konsumen emas terbesar dunia, dibuka kembali setelah libur Hari Buruh yang berlangsung dari 1 hingga 5 Mei.

> “Pasar emas yang bullish saat ini didorong oleh lonjakan minat investasi emas di China, serta aksi beli berkelanjutan dari bank sentral yang ingin mengurangi eksposur mereka terhadap aset-aset AS, terutama dolar,” kata Adrian Ash, Direktur Riset BullionVault, dalam sebuah catatan.

Nilai dolar melemah seiring meningkatnya ketidakpuasan investor terhadap lambatnya perkembangan kesepakatan dagang AS, yang membuat emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

Tarif dan Spekulasi Dorong Harga Emas Semakin Tinggi

Emas, yang sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian, telah mencetak rekor harga beberapa kali tahun ini di tengah gejolak pasar akibat isu tarif.

Presiden AS Donald Trump pada hari Senin mengisyaratkan rencana untuk mengumumkan tarif baru pada produk farmasi dalam dua minggu ke depan. Sebelumnya, pada hari Minggu, Trump mengumumkan tarif 100% untuk film yang diproduksi di luar negeri.

“Kami melihat adanya peningkatan partisipasi spekulan di China. Di Barat, meskipun harga sudah tinggi, kepemilikan emas masih tergolong rendah. Kedua faktor ini mendukung prospek harga emas yang lebih kuat,” kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas dari TD Securities.

> “Harga emas bisa saja naik hingga $4.000 per ons tahun ini,” tambahnya.

Pasar Menanti Sinyal The Fed soal Suku Bunga

Para investor kini tengah mencermati keputusan kebijakan The Fed yang akan diumumkan pada hari Rabu, dengan pernyataan Ketua Jerome Powell yang diperkirakan akan memberi petunjuk soal kemungkinan waktu penurunan suku bunga.

Suku bunga yang lebih tinggi biasanya mengurangi daya tarik emas yang tidak memberikan imbal hasil.

Harga Emas Naik Tajam, China dan Isu Tarif AS Jadi Pemicu
by Rian Jakawardana


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan