Mei 16, 2024

Harga Bitcoin Tembus Rp 1,06 Miliar, Peran Data Inflasi AS dan Institusi

Harga Bitcoin (BTC) kembali naik tajam, menembus angka $66.000 (sekitar Rp 1,06 miliar dengan kurs Rp 16.000/USD) dalam 24 jam terakhir. Kenaikan harga ini tidak hanya menggembirakan para investor kripto tetapi juga mencerminkan dinamika ekonomi global yang memengaruhi pasar digital.

Ada beberapa faktor utama yang mendasari lonjakan harga ini, termasuk data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan dan peningkatan minat institusional terhadap Bitcoin.

kenaikan harga bitcoin

Inflasi AS yang Rendah

Lonjakan harga Bitcoin baru-baru ini dipicu oleh data inflasi AS yang lebih rendah dari ekspektasi. Indeks Harga Konsumen (CPI) pada April turun menjadi 3,4% secara tahunan, level terendah dalam tiga tahun terakhir.

Penurunan ini memberikan dorongan kuat bagi pasar kripto karena menandakan potensi kebijakan moneter yang lebih longgar dari Federal Reserve. Dengan inflasi yang lebih rendah, para investor melihat Bitcoin sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan ekonomi.

Laporan dari U.Today mencatat bahwa para trader di pasar swap sekarang cenderung memperkirakan penurunan suku bunga yang lebih cepat, kemungkinan pada bulan September dan Desember. Kebijakan moneter yang lebih akomodatif ini diharapkan dapat meningkatkan harga aset berisiko seperti Bitcoin.

Minat Institusional Meningkat

Selain faktor inflasi, minat institusional terhadap Bitcoin juga berperan besar dalam lonjakan harga ini. Beberapa bank besar seperti JPMorgan, Wells Fargo, UBS, dan Bank of Montreal telah mengungkapkan investasi signifikan mereka dalam ETF Bitcoin.

Investasi ini tidak hanya menambah legitimasi Bitcoin sebagai kelas aset tetapi juga meningkatkan stabilitas dan daya tariknya di mata para investor besar.

State of Wisconsin Investment Board baru-baru ini menginvestasikan $99 juta dalam BlackRock’s Spot Bitcoin ETF, menunjukkan minat yang semakin meningkat dari institusi besar. Langkah ini menandakan keyakinan bahwa Bitcoin memiliki potensi besar sebagai alat investasi jangka panjang.

Reaksi Pasar Tradisional

Data inflasi yang lebih rendah juga berdampak positif pada pasar saham AS. Indeks S&P 500 naik lebih dari 1%, mencapai rekor tertinggi baru. Kenaikan ini mencerminkan kembalinya selera risiko di kalangan investor, yang juga mendukung harga Bitcoin.

Menurut analisis dari Swissblock, lonjakan harga Bitcoin ini menandakan berakhirnya tren penurunan yang telah membatasi harga dalam beberapa minggu terakhir. Analis Swissblock mencatat bahwa Bitcoin kini memiliki potensi untuk mencapai level $69.000 dalam waktu dekat, dengan target jangka panjang baru di $84.000.

Dalam pandangan Bitfinex, penurunan inflasi ini menandai perubahan rezim bullish, memberikan dorongan tambahan bagi aset berisiko. Mereka menambahkan bahwa pengumuman Federal Reserve untuk mengurangi penyusutan neraca bank sentral juga merupakan berita baik bagi pasar kripto.

Harga Bitcoin Tembus Rp 1,06 Miliar, Peran Data Inflasi AS dan Institusi
by Rendy Andriyanto

0 comments


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan