Jun 30, 2025

Harga Bitcoin Masih Murah? Data Makro & Arus Dana ETF BlackRock Beri Sinyal Beli

Default Featured Image

Bitcoin kembali menjadi topik utama di dunia keuangan global, bukan karena lonjakan harga besar-besaran, melainkan karena. ia justru masih murah. Menurut Fidelity Digital Assets, Bitcoin kini memasuki wilayah undervalued, atau dengan kata lain: sedang “diskon”.

Bagi investor berpengalaman, kondisi seperti ini bukan alarm merah, tapi justru tanda untuk bersiap akumulasi.

Indikator “Bitcoin Yardstick” Sinyal Kuat di Tengah Ketidakpastian

Fidelity memanfaatkan metrik yang cukup jarang dibahas oleh media arus utama: Bitcoin Yardstick. Metrik ini membandingkan kapitalisasi pasar Bitcoin dengan hashrate-nya — atau kekuatan komputasi jaringan.

Rasio yang rendah berarti nilai pasar Bitcoin sedang murah dibandingkan kekuatan dan keamanannya. Selama kuartal pertama 2025, indikator ini berada antara -1 hingga 3 deviasi standar. Sebagai perbandingan, pada akhir 2024, indikator ini sempat terlalu panas, bahkan mendekati 3 deviasi penuh.

Apakah ini berarti Bitcoin sudah “sehat” untuk terbang lagi? Bisa jadi. Karena dalam kondisi seperti ini, sejarah menunjukkan bahwa lonjakan harga biasanya tidak jauh di depan mata.

Komitmen Investor Meningkat Pasokan Tidak Cair Naik Tajam

Data on-chain juga memperkuat narasi optimisme ini. Pasokan Bitcoin yang tidak cair (illiquid supply) naik dari 61,50% menjadi 63,49%, menandakan semakin banyak pemilik Bitcoin yang memutuskan untuk tidak menjual dalam waktu dekat. Sementara itu, pasokan cair (liquid supply) menurun 4%.

Indikator Illiquid Supply Shock Ratio, yang membandingkan kelangkaan pasokan terhadap likuiditas, masih 16% di bawah puncaknya tahun 2017. Namun arah pergerakannya jelas: pasar sedang menuju kondisi kelangkaan yang lebih ekstrem, yang secara historis biasanya berakhir dengan lonjakan harga.

ETF BlackRock Borong Bitcoin Aliran Dana Masif

Perlu diketahui bahwa tren ini tidak hanya dilihat oleh investor ritel. BlackRock, melalui produk ETF-nya iShares Bitcoin Trust (IBIT), mencatat arus masuk dana sebesar $970,9 juta pada 28 April 2025 angka terbesar kedua sejak diluncurkan Januari 2024.

Sejak 22 April saja, IBIT sudah menghimpun lebih dari $4,5 miliar dana segar, sementara kompetitor seperti Fidelity FBTC dan ARK ARKB justru mencatatkan arus keluar.

Saat ini, IBIT mengelola lebih dari $54 miliar, dengan pangsa pasar 51% di antara seluruh ETF spot Bitcoin di Amerika Serikat. Fakta ini menegaskan bahwa pemain institusional mulai menumpuk eksposur mereka terhadap Bitcoin, meskipun volatilitas jangka pendek masih tinggi.

Data JOLTS AS Harapan Pemangkasan Suku Bunga Menyala

Katalis makroekonomi datang dari laporan JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Summary) bulan Maret 2025. Laporan ini menunjukkan penurunan lowongan kerja menjadi 7,19 juta, jauh di bawah perkiraan 7,48 juta dan penurunan signifikan dari Februari yang berada di 7,57 juta.

Ini mengindikasikan pasar tenaga kerja yang mendingin sinyal yang bisa mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga lebih cepat.

Apa hubungannya dengan Bitcoin? Ketika suku bunga dipotong, dolar AS melemah, dan aset berisiko seperti Bitcoin sering kali mendapat keuntungan. Data ini memberi angin segar bagi pasar kripto, terutama menjelang pertemuan FOMC pekan depan, di mana investor menanti apakah Jerome Powell akan memberikan sinyal dovish.

Ekonom dan analis kripto ternama, Alex Krüger, menyebut data JOLTS ini sebagai “kemenangan jangka pendek” bagi Bitcoin. Dalam unggahannya di X, ia juga menyebut bahwa Bitcoin sebagai “hibrida risiko dan emas” sangat mungkin menjadi pilihan utama dalam skenario pelonggaran kebijakan moneter.

Terlebih lagi, setelah Presiden Trump mengumumkan pause tarif 90 hari yang berakhir 8 Juli, banyak pihak memprediksi deeskalasi perang dagang dapat memperkuat posisi Bitcoin sebagai aset lindung nilai alternatif.

Q3 2025 Peluang atau Badai?

Namun, perlu diingat, Krüger juga memberi peringatan. Menurutnya, potensi perlambatan ekonomi pada kuartal ketiga bisa memicu volatilitas yang signifikan di pasar keuangan. Tapi justru di sinilah letak kekuatan Bitcoin.

Ia menyebut bahwa risk-reward Bitcoin saat ini lebih menarik dibanding altcoin, yang menurutnya sudah terlalu “overbought”. Dalam kata lain: Bitcoin mungkin satu-satunya aset yang sedang diskon di tengah festival harga.

Apakah Ini Waktunya “Buy the Dip”?

Dengan kombinasi metrik undervaluation, arus masuk institusional, dan katalis makro yang mendukung, Bitcoin mungkin sedang menyiapkan panggung untuk pergerakan besar. Tentu, tidak ada yang pasti di dunia kripto.

Tapi seperti kata pepatah lama di Wall Street, “The time to buy is when there’s blood in the streets or at least when no one’s paying attention.”

Dan saat ini, banyak yang belum benar-benar memperhatikan.

Harga Bitcoin Masih Murah? Data Makro & Arus Dana ETF BlackRock Beri Sinyal Beli
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan