Jul 24, 2025

Google Kalahkan Ekspektasi Laba Q2, Tapi Saham Jatuh Akibat Belanja AI yang Membengkak

Raksasa teknologi Alphabet Inc. (GOOGL), induk perusahaan Google, kembali menunjukkan kekuatan finansialnya di kuartal kedua 2025 dengan membukukan kinerja yang melampaui ekspektasi analis namun kabar baik ini tak mampu menahan harga sahamnya dari penurunan.

Penyebab utamanya: lonjakan drastis dalam belanja modal (capex), khususnya untuk ekspansi kecerdasan buatan (AI).

Alphabet melaporkan pendapatan per saham (EPS) sebesar $2,31, mengalahkan konsensus analis yang mematok angka $2,17. Pendapatan setelah dikurangi biaya akuisisi trafik (TAC) mencapai $81,2 miliar, juga mengungguli ekspektasi sebesar $79,6 miliar.

Dibandingkan tahun lalu, ini merupakan lompatan yang signifikan dari $71,3 miliar.

Namun, alih-alih merayakan kemenangan finansial ini, saham Alphabet justru turun lebih dari 2% setelah pengumuman. Kenapa? Karena perusahaan mengumumkan rencana belanja modal sebesar $85 miliar untuk tahun ini meningkat dari proyeksi sebelumnya sebesar $75 miliar. Investor khawatir lonjakan belanja ini akan menekan margin keuntungan ke depan, meskipun dialokasikan untuk pertumbuhan strategis di sektor AI.

AI Jadi Pendorong Utama, Tapi Biaya Ikut Melonjak

CEO Alphabet Sundar Pichai menegaskan bahwa AI bukan hanya sekadar tren, melainkan sudah menjadi pusat gravitasi seluruh bisnis Google.

“AI secara positif memengaruhi seluruh bagian bisnis kami, mendorong momentum yang sangat kuat,” ujar Pichai dalam pernyataan resminya. “Search mencatat pertumbuhan pendapatan dua digit, fitur-fitur baru seperti AI Overviews dan AI Mode mendapat respons positif.

Cloud, YouTube, hingga layanan berlangganan, semuanya menunjukkan performa yang solid.”

Google Cloud, yang sering kali jadi indikator penting pertumbuhan di luar bisnis inti pencarian, meraup pendapatan $13,6 miliar, melampaui ekspektasi analis sebesar $13,1 miliar. Annual run rate-nya kini lebih dari $50 miliar menjadikannya pesaing serius AWS milik Amazon dan Azure dari Microsoft.

Sementara itu, pendapatan iklan tetap menjadi tulang punggung bisnis Google dengan kontribusi sebesar $71,3 miliar, melampaui perkiraan $69,6 miliar. Pendapatan dari Search sendiri mencapai $54,1 miliar, dan iklan YouTube menyumbang $9,8 miliar.

Namun, di balik catatan emas ini, ada kekhawatiran yang tumbuh: apakah Google bisa mempertahankan margin keuntungan sambil terus membakar uang untuk membangun ekosistem AI-nya?

Belanja AI dan Tekanan Regulasi: Kombinasi Berbahaya?

Di tengah kegilaan AI global, Google seperti perusahaan teknologi lainnya Microsoft, Meta, dan Amazon menggelontorkan dana miliaran dolar untuk memperluas infrastruktur AI, termasuk pembangunan pusat data raksasa dan pengadaan chip canggih.

Google menggunakan kombinasi chip Tensor bikinan sendiri dan GPU Nvidia untuk menjalankan layanan berbasis AI.

Namun, investasi masif ini datang bersamaan dengan ancaman regulasi yang mengintai. Hakim Amit Mehta dari Pengadilan Distrik Columbia baru-baru ini menyatakan bahwa Google bersalah atas pelanggaran antitrust dalam bisnis pencariannya.

Putusan tentang “remediasi” diperkirakan akan diumumkan bulan depan.

Jika pengadilan memutuskan bahwa Google harus mengakhiri kerja sama eksklusif seperti yang dilakukan dengan Apple untuk menjadikan Google sebagai mesin pencari default di iPhone maka bisnis Search yang sangat menguntungkan bisa mengalami pukulan telak.

Yang lebih ekstrem, Mehta bahkan bisa memerintahkan Google untuk melepaskan (divestasi) browser Chrome-nya, yang saat ini menjadi browser paling dominan di dunia. Kehilangan Chrome akan sangat merugikan, karena itu adalah pintu masuk utama ke dunia Search sumber pendapatan utama Google.

Catatan untuk Investor

Walau Alphabet sukses mengalahkan ekspektasi laba dan pendapatan, sinyal dari pasar jelas: pertumbuhan tak berarti banyak jika biaya membumbung tinggi. Kapitalisasi pasar Alphabet, meski tetap impresif, kini diuji oleh dua tekanan: tingginya pengeluaran untuk AI dan ancaman antitrust yang bisa mengubah lanskap bisnisnya secara permanen.

Apakah investasi AI senilai $85 miliar akan berbuah manis dalam jangka panjang? Ataukah justru akan menjadi beban jika pertumbuhan tidak setara dengan pengeluaran? Itu pertanyaan yang belum bisa dijawab hari ini namun investor tampaknya tidak ingin menunggu dengan sabar.

Google sedang berdiri di persimpangan antara menjadi pionir AI global atau korban dari ambisinya sendiri.

 

Google Kalahkan Ekspektasi Laba Q2, Tapi Saham Jatuh Akibat Belanja AI yang Membengkak
by Kiki A. Ramadhan

0 comments


Artikel lainnya

Jul 24, 2025
0 Comments

Penurunan Harga SOL ke $180 Akan Menjadi Entri Bagus Sebelum Reli ke Level Tertinggi Baru

Solana (SOL) anjlok 9,5% pada Rabu, turun dari $205 menjadi $186, dan berpotensi membentuk pola bearish engulfing di grafik harian. Jika harga ditutup di bawah $190, ini akan menjadi penurunan harian terbesar sejak 3 Maret, ketika SOL sempat jatuh lebih dari 20%. Di pasar derivatif, futures SOL terkoreksi tajam setelah posisi long senilai $30 juta terlikuidasi, menyusul open interest (OI) yang mencetak rekor $12 miliar. Meskipun harganya masih 36% lebih rendah dari puncak sepanjang masa, tingginya OI menunjukkan banyak trader mulai menutup posisi long dan mengamankan keuntungan. Sejumlah indikator on-chain juga mengisyaratkan potensi koreksi. Net taker volume beralih ke sisi jual, menandakan lebih banyak transaksi agresif dilakukan oleh penjual. Hal ini diperkuat oleh penurunan aggregated spot cumulative volume delta (CVD), yang mengukur dominasi aktivitas beli atau jual, mengindikasikan banyak holder mengambil profit di kisaran $200. Menariknya, aggregated futures CVD terus menurun meskipun harga sempat naik, menunjukkan pelaku pasar futures secara bertahap menambah posisi jual, sebuah divergensi bearish yang menjadi sinyal awal penurunan. Selain itu, funding rate mencapai level tertinggi dalam tiga bulan terakhir, menandakan perdagangan long terlalu padat. Kombinasi OI yang besar dan biaya pendanaan tinggi menciptakan kond

Penurunan Harga SOL ke $180 Akan Menjadi Entri Bagus Sebelum Reli ke Level Tertinggi Baru
byAlbert Agung