Alphabet Inc., induk perusahaan Google, kembali mencuri panggung pasar keuangan setelah melaporkan kinerja keuangan kuartal kedua yang melampaui ekspektasi analis. Tapi euforia pasar ini tidak datang tanpa catatan kaki.
Di balik pencapaian angka-angka bombastis, raksasa teknologi ini menghadapi ancaman serius dari pengadilan antitrust yang bisa mengubah wajah bisnis pencariannya secara drastis.
Pertumbuhan Positif dari Mesin Iklan dan Cloud
Laba per saham (EPS) yang disesuaikan Alphabet menyentuh $2,31, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar $2,17. Sementara pendapatan bersih (di luar biaya akuisisi trafik/TAC) mencapai $81,7 miliar, mengalahkan konsensus analis sebesar $79,6 miliar.
Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terjadi lompatan dari $71,3 miliar, menandakan pertumbuhan yang cukup agresif.
Dua mesin utama yang mendorong lonjakan ini adalah unit periklanan dan layanan Google Cloud. Pendapatan iklan mencapai $71,3 miliar, dengan kontribusi terbesar berasal dari pencarian (search) sebesar $54,1 miliar, melampaui ekspektasi $52,7 miliar. YouTube tak ketinggalan menyumbang $9,8 miliar, juga lebih tinggi dari prediksi.
Yang cukup mengejutkan, unit Google Cloud Platform membukukan pendapatan $13,6 miliar, melampaui proyeksi analis yang berada di $13,1 miliar. CEO Sundar Pichai menyebut AI sebagai katalis utama: “AI secara positif memengaruhi setiap bagian bisnis kami, mendorong momentum yang kuat.”
AI tampaknya tidak hanya menjadi gimik pemasaran, melainkan menjadi tulang punggung strategi Google. Pichai menyoroti fitur baru seperti AI Overviews dan AI Mode, serta performa solid langganan premium YouTube.
Biaya Modal Melejit: Dari $75 Miliar ke $85 Miliar
Meski pendapatan melonjak, Google tak segan menggelontorkan investasi besar-besaran. Proyeksi belanja modal (capex) tahun ini dinaikkan menjadi $85 miliar, naik dari estimasi sebelumnya sebesar $75 miliar. Uang sebesar itu sebagian besar akan dialokasikan untuk memperluas kemampuan AI, termasuk pembangunan pusat data raksasa dan akuisisi chip baik cip internal Google maupun milik Nvidia.
Langkah ini sejalan dengan tren di mana seluruh pemain Big Tech kini berlomba menjadi penguasa AI. Microsoft dan Amazon juga mengucurkan dana besar dalam infrastruktur AI, memperlihatkan bahwa medan perang teknologi telah bergeser dari sekadar data ke kecerdasan buatan.
Ancaman Hukum: Google Bisa Kehilangan Chrome?
Namun, tidak semua berjalan mulus. Google tengah dibayangi potensi putusan antitrust paling serius dalam sejarah perusahaan. Hakim Amit Mehta dari Pengadilan Distrik Columbia memutuskan bahwa Google telah melanggar hukum antitrust dengan memonopoli pasar mesin pencari dan iklan teks pencarian online.
Apa taruhannya? Google bisa dipaksa untuk menghentikan perjanjian eksklusif dengan Apple yang menjadikan Google Search sebagai default di perangkat iPhone. Bahkan, yang lebih ekstrem, hakim Mehta bisa memerintahkan Google untuk menjual browser Chrome yang saat ini menjadi browser paling dominan di dunia.
Jika itu terjadi, Google akan kehilangan salah satu sumber lalu lintas terbesar ke mesin pencarinya. Dan itu bukan sekadar kerugian lalu lintas itu artinya pukulan telak terhadap core business yang selama ini jadi ATM utama perusahaan.
Apakah Harga Saham Google Masih Menarik?
Meski saham Alphabet (GOOGL) naik lebih dari 1% pasca laporan keuangan, performa tahunan sahamnya masih tertinggal, hanya naik 0,5% sepanjang tahun, jauh di bawah kenaikan indeks S&P 500 yang telah tumbuh lebih dari 8%.
Investor kini dihadapkan pada dilema klasik: kinerja operasional yang cemerlang versus risiko regulasi yang membayangi. Dengan valuasi yang mulai mendekati batas atas, dan belanja modal yang agresif, saham GOOGL bukan lagi permainan jangka pendek.
Investor perlu melihat bagaimana sidang antitrust berkembang bulan depan yang bisa jadi katalis besar berikutnya.
Google memang sedang menari di atas gelombang emas: AI, cloud, dan iklan semuanya bergerak sinkron. Tapi badai bisa datang dari ruang sidang. Dan seperti halnya semua badai, pertanyaannya bukan “jika”, melainkan “kapan dan seberapa besar dampaknya.”
Jika kamu investor ritel, sekarang bukan saatnya hanya melihat angka EPS tapi juga membaca antara baris gugatan hukum dan strategi jangka panjang perusahaan teknologi terbesar dunia ini.