Alphabet Inc., induk Google, akhirnya menembus kapitalisasi pasar $3 triliun pada perdagangan Senin (16/9). Dengan lonjakan lebih dari 4% di sahamnya, Google resmi bergabung ke dalam klub eksklusif bersama Apple, Microsoft, dan Nvidia.
Pencapaian ini terjadi di tengah kombinasi putusan antitrust yang relatif ringan serta lonjakan bisnis cloud dan AI yang mulai menopang kinerja perusahaan.
Namun, di balik euforia angka fantastis ini, ada pertanyaan yang wajib direnungkan: apakah $3 triliun hanyalah puncak euforia sementara, atau awal dari mesin pertumbuhan baru bagi Google?
Putusan Antitrust: Risiko Eksistensial Berubah Jadi Tagihan Kepatuhan
Salah satu katalis utama reli saham Alphabet adalah putusan Hakim Amit P. Mehta dalam kasus antitrust. Alih-alih memaksa Google untuk dipecah atau kehilangan Chrome dan Android, pengadilan hanya mewajibkan perusahaan:
- Menghapus beberapa kontrak eksklusivitas,
- Membuka sebagian indeks pencarian untuk pihak ketiga.
Dengan kata lain, Google memang mendapat tambahan kewajiban, tetapi “mahkota permata” bisnis iklan dan mesin pencarinya tetap aman. Bagi investor, ini berarti ancaman eksistensial berubah menjadi sekadar biaya kepatuhan.
Pasar pun merespons dengan lega, mendorong kapitalisasi ke angka bersejarah.
AI dan Cloud: Mesin Pertumbuhan Baru Google
Pendorong lain adalah performa Google Cloud yang makin menonjol. Pada Juli lalu, Alphabet melaporkan:
- Pendapatan cloud tumbuh 32% YoY menjadi $13,6 miliar,
- Jika tren berlanjut, potensi pendapatan cloud tahunan bisa melampaui $50 miliar,
- Adopsi Tensor Processing Units (TPU) dan model Gemini AI menjadi kunci akselerasi.
Tak berhenti di sana, Alphabet juga mengerek belanja modal untuk infrastruktur data center menjadi $85 miliar pada 2025, naik $10 miliar dari proyeksi sebelumnya. Langkah agresif ini memperlihatkan keseriusan Google mengubah AI dari sekadar “defensive play” menjadi profit engine kedua setelah bisnis iklan.
AI Mengubah Peta Kapitalisasi Pasar
Lonjakan Google menegaskan bahwa era AI telah menulis ulang aturan pasar modal:
- Nvidia menembus $4 triliun berkat lonjakan permintaan GPU,
- Apple tetap kokoh dengan lini iPhone dan ekosistemnya,
- Microsoft memanfaatkan skala cloud dan integrasi AI lewat OpenAI.
Kini, Google menyusul ke $3 triliun, mengirim sinyal bahwa Wall Street tak lagi melihat AI hanya sebagai “biaya pembakaran tunai”, melainkan akselerator nilai jangka panjang.
Risiko dan Tantangan ke Depan
Meski euforia tinggi, Google masih menghadapi sejumlah tantangan:
- Regulasi Berkelanjutan: Putusan antitrust kali ini bukan akhir. Regulator global bisa menekan lebih jauh.
- Margin Tergerus Capex: Lonjakan belanja data center berpotensi menekan profitabilitas jika adopsi cloud tidak sejalan.
- Ketergantungan pada Iklan: Mesin uang utama Google tetap search ads. Jika diversifikasi AI gagal, ketidakseimbangan akan menjadi sorotan investor.
Google akhirnya resmi masuk klub $3 triliun, sebuah pencapaian yang menandai babak baru: AI dan cloud bukan lagi eksperimen, melainkan pilar pertumbuhan nyata. Investor melihat kepastian, momentum, dan arah yang jelas setidaknya untuk saat ini.
Namun, pertanyaan kuncinya adalah: bisakah Google menjaga pertumbuhan AI dan cloud tanpa mengorbankan margin emas dari bisnis iklannya, sekaligus menghadapi gelombang regulasi baru yang tak terelakkan?
Bagi pelaku pasar, $3 triliun bukan akhir cerita, melainkan titik awal dari ujian yang lebih besar.