Jun 30, 2025

GM Investasi $888 Juta di New York, Tunda Produksi Komponen EV

Default Featured Image

General Motors (NYSE: GM) mengumumkan rencana investasi senilai $888 juta untuk memperluas produksi mesin pembakaran internal di pabrik Tonawanda Propulsion miliknya di Buffalo, New York. 

Keputusan ini menandai pergeseran strategis dari rencana sebelumnya untuk memproduksi unit penggerak kendaraan listrik (EV) di fasilitas yang sama.

Langkah ini mencerminkan respons GM terhadap perlambatan permintaan pasar kendaraan listrik yang lebih lambat dari proyeksi awal. 

Perusahaan otomotif asal Detroit ini sebelumnya telah berkomitmen menggelontorkan $300 juta untuk mendukung produksi komponen EV di Tonawanda—yang kini dialihkan untuk membangun generasi keenam mesin V8 baru yang diklaim lebih efisien bahan bakar dan diperuntukkan bagi SUV serta truk ukuran penuh.

Menyelaraskan Strategi dengan Realitas

 Market

Gubernur New York Kathy Hochul menyebut proyek ini akan menopang 870 lapangan kerja di fasilitas Tonawanda, termasuk menyelamatkan 177 posisi kerja yang sebelumnya terancam. 

Negara bagian juga akan memberikan insentif pajak hingga $16.96 juta kepada GM sebagai bagian dari komitmen investasi tersebut.

Langkah ini datang seiring New York mengumumkan akan menunda sanksi terkait target penjualan EV selama dua tahun, memberi sinyal fleksibilitas regulasi seiring adaptasi pasar otomotif terhadap transisi energi yang belum stabil.

GM Tarik Ulang Agresivitas EV, Tapi Belum Berbalik Arah

Meski tetap berkomitmen untuk menjual hanya kendaraan ringan berbasis listrik pada 2035, CEO GM, Mary Barra, menegaskan bahwa strategi perusahaan akan terus “merespons arah permintaan konsumen. 

Dalam praktiknya, GM telah menjual kepemilikan sahamnya di pabrik sel baterai miliknya bersama LG Energy—tanda lain bahwa pendekatan terhadap ekosistem EV tengah direvisi ulang.

Saat ini, GM memiliki sekitar 12 model EV yang tersedia di US market. Namun eksekusi di lapangan menunjukkan adanya pelambatan, termasuk penundaan produksi unit drive EV di Tonawanda yang sebelumnya disepakati dalam negosiasi dengan serikat pekerja UAW tahun lalu.

Antisipasi atas Permintaan Dual-Engine

Dengan mengembangkan lini V8 yang lebih efisien, GM dinilai tengah memposisikan diri menghadapi dualstrategi market: mempertahankan dominasi di segmen truk dan SUV bertenaga bensin yang masih tinggi permintaannya, sambil tetap menjaga portofolio kendaraan listrik untuk jangka panjang.

Analis menilai langkah ini sebagai bentuk realisme strategis. “GM sedang menyeimbangkan ambisi jangka panjang terhadap EV dengan kebutuhan jangka pendek yang masih didorong oleh produk berbasis mesin konvensional,” ujar seorang analis industri otomotif kepada Reuters.

GM Investasi $888 Juta di New York, Tunda Produksi Komponen EV
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan