Jun 30, 2025

Bitcoin Menuju $135.000? Indikator Volatilitas Isyaratkan Kenaikan dalam 100 Hari

Default Featured Image

Di tengah pasar yang mulai mengadopsi kembali sentimen “risk-on”, Bitcoin tampaknya kembali menjadi primadona. Dengan inflasi yang mulai jinak dan tensi dagang Amerika Serikat–Tiongkok yang mencair, aset digital nomor satu ini berpotensi melesat ke level yang tak pernah terlihat sebelumnya $135.000 dalam waktu kurang dari 100 hari.

Setidaknya, begitulah yang dikemukakan oleh analis senior dan ekonom jaringan Bitcoin, Timothy Peterson.

Volatilitas Mereda, Risiko Diambil Lagi

Pasar keuangan global tampaknya sedang mengalami semacam pergeseran paradigma. Indeks Volatilitas CBOE (VIX), yang sering dijadikan indikator ketakutan investor, anjlok ke angka 20 level terendah dalam tiga dekade terakhir setelah sebelumnya sempat menyentuh angka 60.

Pemicunya? Kesepakatan dagang baru antara AS dan Tiongkok pada 12 Mei lalu, yang mencakup jeda tarif selama 90 hari dan penurunan bea masuk sebesar 115% secara bilateral.

Peristiwa ini tidak hanya meredakan kekhawatiran geopolitik, tapi juga memicu gelombang optimisme baru di pasar aset berisiko, termasuk saham dan tentunya kripto. Peterson menyebut lingkungan ini sebagai fase risk-on, kondisi yang menurutnya secara historis selalu beriringan dengan reli Bitcoin.

“VIX turun drastis kemarin karena kabar kesepakatan dagang Tiongkok. Sekarang berada di level ‘normal’. Ini akan menjadi lingkungan ‘risk-on’ dalam waktu dekat,” jelas Peterson melalui media sosial.

Inflasi Turun Sinyal Bullish dari Kebijakan Moneter?

Data inflasi AS terbaru turut menyuntikkan semangat ke dalam pasar. Indeks Harga Konsumen (CPI) bulan April 2025 menunjukkan inflasi tahun-ke-tahun sebesar 2,3% terendah sejak Februari 2021.

Lebih rendah dari ekspektasi 2,4%, angka ini memberi harapan bahwa The Fed mungkin akan mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga jika tren ini bertahan.

Dalam konteks ini, Bitcoin yang dulu sering diposisikan sebagai lindung nilai terhadap inflasi justru menikmati manfaat dari kondisi sebaliknya: suku bunga yang mungkin menurun dan uang murah yang kembali membanjiri pasar.

Model Kuantitatif dan Indeks Sentimen Mengarah ke Atas

Peterson memperkuat proyeksinya dengan model statistik berbasis hubungan antara VIX dan pergerakan harga Bitcoin. Menurut model tersebut, terdapat korelasi kuat antara rendahnya volatilitas dan peningkatan harga Bitcoin, dengan akurasi historis sebesar 95%.

Berdasarkan pola ini, ia memperkirakan Bitcoin bisa menembus angka $135.000 dalam jangka waktu 100 hari ke depan.

Sementara itu, indikator internal industri kripto ikut memperkuat narasi bullish. Data dari CryptoQuant menunjukkan lonjakan dramatis dalam Bitcoin Bull Score Index dari 20 menjadi 80 dalam waktu singkat.

Skor ini biasanya mengindikasikan fase akumulasi besar-besaran oleh investor institusional dan ritel, sebuah pertanda akan adanya lonjakan harga signifikan.

Di sisi lain, indeks Fear & Greed Bitcoin juga mengalami peningkatan ke level 53,3%. Meskipun belum masuk zona “euforia” (di atas 80), kenaikan ini mencerminkan bertumbuhnya keyakinan pasar terhadap reli jangka menengah.

Apakah Ini Awal dari Supercycle Baru?

Pasca-halving April 2024, banyak analis memprediksi terjadinya supercycle fase pertumbuhan ekstrem yang didorong oleh kelangkaan pasokan dan peningkatan permintaan institusional.

Sampai bulan lalu, narasi ini sempat memudar karena sentimen pasar yang cenderung datar. Namun, perkembangan makroekonomi terbaru bisa jadi merupakan katalis yang ditunggu-tunggu.

Masih ada beberapa hambatan: ketidakpastian geopolitik, kebijakan moneter yang fluktuatif, serta potensi aksi ambil untung oleh investor besar. Namun, jika model Peterson dan sinyal on-chain terbukti benar, kita bisa saja berada di ambang salah satu reli Bitcoin paling bersejarah.

Dengan kondisi pasar yang berubah cepat, investor disarankan untuk tetap waspada. Potensi naik memang besar, namun volatilitas tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia kripto. Seperti biasa, lakukan riset mendalam sebelum mengambil keputusan investasi.

Bitcoin Menuju $135.000? Indikator Volatilitas Isyaratkan Kenaikan dalam 100 Hari
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan