Jun 30, 2025

Bitcoin di Persimpangan Stabil, Bullish or Bearish?

Default Featured Image

Sepanjang 26 Maret, mata uang kripto terbesar ini bergerak dalam kisaran sempit, sempat turun ke $85.869 sekitar pukul 15.00 ET. Bursa aset kripto global mencatat volume perdagangan sekitar $79,59 miliar selama sesi tersebut, dengan bitcoin menyumbang $26,84 miliar. 

Saat ini, Bitcoin (BTC) masih berada di bawah puncaknya pada 25 Maret di $88.539. Pola ini mencerminkan tren historis di mana BTC cenderung bergerak dalam kisaran ketat setelah mencapai titik tertinggi, seolah mengikuti tarian keseimbangan antara permintaan dan penawaran. 

Indikator pasar menunjukkan adanya keraguan kolektif, dengan level $90.000 menjadi penghalang psikologis. Jika level ini tertembus, bukan tidak mungkin lonjakan baru akan membawa BTC ke $100.000.

Dampak Gejolak Politik terhadap Kripto

Gejolak politik turut memengaruhi pasar, terutama setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif 25% untuk mobil non-AS pada hari Rabu. Indeks saham utama AS pun ditutup merah, sementara langkah Gamestop menggalang dana $1,3 miliar untuk memperkuat cadangan BTC mereka menambah intrik di panggung keuangan hari itu. 

Di Korea Selatan, BTC diperdagangkan dengan sedikit premi karena nilai won melemah terhadap euro dalam perdagangan pasangan mata uang. Pasangan perdagangan dominan pada hari Rabu termasuk USDT, FDUSD, USD, USDC, EUR, dan KRW. Sementara itu, Indeks Coinbase Premium dari Cryptoquant menunjukkan sinyal bullish yang masih samar.

Potensi Pemicu Lonjakan Harga

Pergerakan harga Bitcoin masih melintasi jalur perdagangan yang kompleks, dengan arah yang seacak fluktuasi kuantum. Beberapa faktor dapat menjadi pemicu lonjakan: adopsi institusional yang semakin meningkat melalui ETF bitcoin spot, serta strategi korporasi yang memasukkan BTC ke dalam neraca keuangan mereka. 

Jika Federal Reserve mengambil kebijakan moneter yang lebih dovish akibat inflasi yang melambat atau tekanan ekonomi, BTC bisa terdorong lebih tinggi. Namun, ketidakpastian tetap menjadi ciri khas pasar ini mengingatkan bahwa bitcoin tumbuh di tengah ambiguitas. 

Trump sendiri memainkan peran ganda sebagai pendukung kripto sekaligus pembuat kebijakan proteksionis, menunjukkan betapa kebijakan ekonomi bisa menjadi pedang bermata dua bagi pasar.

Bitcoin di Persimpangan Stabil, Bullish or Bearish?
by Rian Jakawardana


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan