Jun 30, 2025

Bitcoin Bisa Tembus $210.000 di 2025? Ini Alasan Presto dan Institusi Besar

Default Featured Image

Dalam dunia kripto, prediksi harga memang sudah seperti ritual tahunan. Namun ketika Peter Chung, kepala riset dari perusahaan kuantitatif Presto, kembali menegaskan proyeksinya bahwa Bitcoin (BTC) akan mencapai $210.000 pada akhir 2025, para pelaku pasar baik institusional maupun ritel perlu berhenti sejenak dan bertanya: seberapa masuk akal prediksi ini di tengah turbulensi global yang belum reda?

Dalam wawancaranya dengan CNBC pada 28 April lalu, Chung mengakui bahwa kondisi pasar tahun ini jauh dari yang diharapkan. Tapi justru di situlah letak kekuatan narasi barunya: bahwa koreksi baru-baru ini adalah “koreksi sehat” bukan sinyal kehancuran, melainkan fondasi kokoh menuju legitimasi Bitcoin sebagai aset keuangan arus utama.

Institusi Masuk, Ritel Masih Tidur?

Satu hal yang menarik: lonjakan harga Bitcoin hingga menembus $94.000 dalam beberapa pekan terakhir justru terjadi tanpa partisipasi signifikan dari investor ritel. Hal ini ditegaskan oleh Hunter Horsley, CEO Bitwise, yang mencatat bahwa volume pencarian “Bitcoin” di Google masih mendekati titik terendahnya dalam beberapa tahun.

Apa artinya? Menurut Horsley: yang menggerakkan pasar saat ini adalah institusi.

Kita bicara tentang:

* Perusahaan publik dan swasta yang mulai menyimpan BTC sebagai cadangan kas
 
* Manajer aset besar yang masuk melalui produk ETF spot
 
* Negara-negara tertentu yang menggunakan Bitcoin untuk lindung nilai terhadap risiko sistemik

Menurut situs BitcoinTreasuries.net, saat ini perusahaan-perusahaan telah memegang BTC senilai hampir $65 miliar di neraca mereka. Ini bukan angka kecil. Ini adalah ekspansi struktural yang menunjukkan bahwa Bitcoin kini sedang mengalami re-ratings di mata investor kelas berat.

Bitcoin Antara Risiko dan Perlindungan

Chung memaparkan dualitas Bitcoin dengan cukup tajam. Di satu sisi, Bitcoin adalah aset “risk-on” yang naik karena adopsi teknologi dan efek jaringan. Di sisi lain, ketika dunia dihantam krisis seperti:

* Invasi Rusia ke Ukraina (2022),
 
* Runtuhnya Silicon Valley Bank (2023),

Bitcoin justru berperilaku sebagai aset perlindungan (safe haven) layaknya emas. Dan meskipun emas masih mengungguli Bitcoin dalam volatilitas jangka pendek, Chung percaya BTC akan segera “mengejar” dan bahkan melampaui performa aset tradisional, terutama ketika kepercayaan terhadap sistem finansial berbasis dolar mulai goyah.

ETH Masih Di Radar, Tapi Fokusnya BTC

Meski fokus utama Presto saat ini adalah Bitcoin, Chung juga menegaskan bahwa model valuasi Ethereum (ETH) masih valid, menggunakan rasio ETH-to-BTC sebagai parameter fundamental.

Ini menunjukkan bahwa meskipun Bitcoin adalah bintang utama dalam narasi ini, Ethereum masih memiliki peran dalam membangun ekosistem Web3 dan keuangan terdesentralisasi.

Namun, lonjakan nilai BTC yang lebih cepat membuat Ethereum sementara tertinggal. Sebuah dinamika yang juga pernah terjadi di bull run 2020-2021 sebelum Ethereum menyusul dengan lonjakan DeFi dan NFT.

Standard Chartered & Intellectia AI Sepakat: BTC Bisa Naik Dua Kali Lipat

Yang menarik, Chung bukan satu-satunya yang optimis. Dua institusi besar Standard Chartered dan firma AI berbasis data pasar Intellectia AI baru-baru ini merilis analisis bahwa permintaan institusional terhadap Bitcoin melalui ETF dan strategi hedging makro dapat menyebabkan harga Bitcoin naik lebih dari dua kali lipat tahun ini.

Hal ini menandakan adanya konsensus awal di kalangan analis institusional, bahwa peran Bitcoin akan semakin bergeser dari sekadar “eksperimen digital” menjadi instrumen strategis dalam portofolio global.

Apakah Target $210.000 Realistis?

Mari bicara data:

* Harga tertinggi Bitcoin sepanjang masa sebelumnya adalah $69.000 (2021).
 
* Saat ini, BTC telah menembus $94.000.
 
* Jika narasi “institutional floodgate” benar adanya, dan likuiditas global terus bertambah seiring pelonggaran moneter, maka $210.000 bukanlah mimpi di siang bolong.

Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap risiko:

* Pengetatan suku bunga lanjutan dari The Fed
 
* Ketegangan geopolitik yang memicu peralihan kembali ke aset konvensional
 
* Potensi regulasi keras terhadap ETF dan penyedia layanan kripto

Semua ini bisa menjadi ganjalan yang memperlambat, meski belum tentu menghentikan, laju Bitcoin.

Bitcoin Masuki Fase Baru, Tapi Butuh Disiplin

Prediksi Chung tentang harga Bitcoin $210.000 di 2025 bukan hanya headline bombastis. Ia dibangun atas fondasi makroekonomi, alur modal institusional, dan perubahan persepsi terhadap Bitcoin sebagai kelas aset.

Kombinasi dari koreksi sehat, adopsi institusional, dan minimnya spekulasi ritel membuat narasi ini semakin masuk akal bukan sekadar “hopium”.

Namun, seperti biasa dalam dunia kripto: volatilitas tetap raja, dan hanya mereka yang bersikap disiplin, melakukan riset, dan menjaga eksposur secara bijak yang akan bertahan (dan mungkin menang besar) dalam perjalanan menuju 2025.

Bitcoin Bisa Tembus $210.000 di 2025? Ini Alasan Presto dan Institusi Besar
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan