Jun 30, 2025

Bank of America: Investor Tinggalkan Saham AS dalam Fenomena “Bull Crash”

Default Featured Image

Sentimen investor yang sangat bullish terhadap saham-saham AS terhenti selama bulan lalu.

Survei Manajer Investasi Global terbaru Bank of America terhadap 171 partisipan yang dilakukan pada bulan Maret menunjukkan penurunan bulanan terbesar dalam alokasi investor terhadap ekuitas AS yang pernah tercatat, dengan alokasi turun 40% dari bulan ke bulan. 

Baru-baru ini pada bulan Desember, alokasi investor pada saham AS berada pada titik tertinggi sepanjang masa.

Sekumpulan tim ahli strategi Bank of America yang dipimpin oleh Michael Hartnett menggambarkan pergerakan dalam survei Maret sebagai “bull crash”, dengan selera investor terhadap saham-saham AS yang jatuh di tengah-tengah penurunan 10% pada S&P 500 (^GSPC) selama sebulan terakhir. 

Perputaran tersebut terjadi pada uang tunai menurut survei Bank of America, bukan pada obligasi.

Cepatnya koreksi pada S&P 500 dapat dilihat sebagai tanda beli (BUY). Namun, seperti yang ditunjukkan oleh tim Hartnett, pergerakan market baru-baru ini lebih merupakan pelepasan dari uber bullish daripada katalisator yang jelas untuk perdagangan kontrarian. 

Misalnya, alokasi portofolio investor untuk uang tunai naik dari 3.5% menjadi 4.1%, kenaikan terbesar dalam satu bulan sejak Desember 2021. 

Namun, tingkat uang tunai tetap jauh di bawah level lebih dari 6% yang terlihat pada Oktober 2022 ketika konsensus Wall Street memproyeksikan resesi yang akan datang.

Hartnett menulis bahwa level sentimen saat ini belum mencapai “closeyoureyesandbuy levels.”

Dan seperti yang ditunjukkan oleh para Ahli Strategi Wall Street baru-baru ini, salah satu alasan mengapa saat ini mungkin bukan saat yang tepat untuk “buy the dip” adalah karena hal yang membuat saham-saham turun pada awalnya.

Sebuah grafik dalam survei BofA menunjukkan 55% responden percaya bahwa risiko terbesar bagi market adalah bahwa “perang dagang memicu resesi global.” Ini menandai keyakinan tertinggi terhadap suatu risiko sejak pandemi menduduki peringkat teratas pada April 2020.

Namun, meskipun ada kenaikan saham sekitar 3% selama dua sesi terakhir, tidak banyak yang berubah dalam perang dagang atau cerita ketakutan pertumbuhan selama seminggu terakhir.

Kepala Investasi Morgan Stanley, Mike Wilson, mengatakan kepada kliennya pada hari Minggu bahwa “a tradable rally” mungkin terjadi di market

Namun, Wilson tidak melihat rally yang berkelanjutan ke rekor tertinggi baru sampai berbagai hambatan pertumbuhan dibalikkan, atau the Fed melanjutkan penurunan suku bunga.

Ujian besar berikutnya untuk market akan terjadi pada hari Rabu dengan keputusan kebijakan terbaru Federal Reserve. 

Dengan market yang secara luas mengharapkan Bank Sentral untuk mempertahankan suku bunga stabil, investor akan fokus pada petunjuk tentang kapan Bank Sentral dapat menurunkan suku bunga lagi. Konferensi pers Ketua Fed, Jerome Powell, dijadwalkan pada pukul 14:30 WIB hari Rabu.

Bank of America: Investor Tinggalkan Saham AS dalam Fenomena “Bull Crash”
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan