Jun 30, 2025

Awas Volatilitas! Bitcoin Terkoreksi, Investor Tunggu Sinyal dari Washington

Default Featured Image

Bitcoin kembali jadi headline minggu ini, bukan karena lonjakan harga spektakuler, melainkan karena kemerosotan ke level just under $95.000. Apa yang terjadi? Kombinasi dua “gajah dalam ruang debat ekonomi” mengguncang pasar: retorika dagang Donald Trump dan bayang-bayang keputusan suku bunga dari Federal Reserve.

Sementara banyak investor kripto terbiasa dengan roller coaster harga, peristiwa kali ini terasa berbeda. Ada aroma ketegangan makroekonomi global yang lebih pekat dari biasanya. Dan seperti biasa, kripto menjadi barometer paling cepat menangkap sinyal risiko.

Trump dan Tariff-nya Hollywood Dijadikan Tumbal?

Donald Trump, dalam pernyataan publik terbarunya, mengusulkan tarif 100% untuk film asing. Ya, betul, film. Bukan semikonduktor, bukan baja, tapi film. Motivasinya? “Melindungi industri film Amerika.” Tapi pasar tidak melihatnya sesederhana itu.

Bagi para pelaku pasar, ini sinyal kuat bahwa Trumpnomics versi 2025, jika ia kembali ke kursi kepresidenan, akan menyeret ekonomi global ke dalam babak baru deglobalisasi. Langkah tersebut mencerminkan pendekatan protectionist yang lebih keras dibandingkan periode 2017–2020. Dan yang paling merasakan dampaknya? Semua sektor risiko tinggi, termasuk kripto.

Sebagai reaksi cepat, Bitcoin turun sekitar 1,8% ke $94.000, sementara altcoin seperti XRP terperosok 2,7% dan Solana tergelincir 0,8%. Saham-saham hiburan seperti Disney dan Netflix juga ikut kena imbas, menunjukkan korelasi silang antara sentimen kebijakan dagang dan aset spekulatif makin tajam.

Federal Reserve dan Dilema Inflasi Tunggu & Gemetar

Kabar dari The Fed tidak kalah mendebarkan. Pasar saat ini sedang menunggu keputusan suku bunga berikutnya dari bank sentral AS. Konsensus menyebut suku bunga akan ditahan. Tapi dengan retorika tarif baru, inflasi bisa kembali menanjak, dan The Fed bisa dipaksa mengambil langkah berbeda.

Tarif impor = harga barang naik = inflasi naik. Ini rumus dasar yang membuat para pelaku pasar gelisah. Karena bila inflasi terkerek, The Fed mungkin harus menaikkan suku bunga lagi. Dan seperti yang sudah-sudah, setiap kenaikan suku bunga menjadi racun bagi aset spekulatif, termasuk emas digital seperti Bitcoin.

Bitcoin Antara Lindung Nilai dan Ketidakpastian Kebijakan

Bitcoin selama ini sering digembar-gemborkan sebagai hedge terhadap inflasi dan pelemahan fiat. Namun ironisnya, ketika inflasi benar-benar mengancam dan kebijakan moneter mulai tak terduga, BTC malah menunjukkan sisi rentannya.

Lonjakan ketidakpastian global membuat investor menarik diri dari pasar kripto dan memilih wait-and-see. Volume perdagangan Bitcoin juga menurun dalam beberapa hari terakhir, pertanda pasar sedang defensif mode.

Artinya, bukan cuma penurunan harga yang harus diperhatikan, tapi juga penurunan likuiditas.

Momentum Menentukan Kripto atau Retorika?

Penurunan di bawah $95.000 mungkin terlihat kecil secara persentase bagi veteran kripto, namun secara psikologis sangat penting. Ini menunjukkan bahwa meskipun ekosistem kripto makin matang, ia belum imun terhadap shock eksternal seperti kebijakan dagang dan pengetatan moneter.

Sebagian analis seperti dari Glassnode dan CryptoQuant menyebut bahwa indikator on-chain seperti MVRV dan SOPR masih dalam zona aman, namun tekanan makro jelas tak bisa diabaikan. Di sinilah menariknya, harga Bitcoin saat ini lebih ditentukan oleh pidato politik di Washington daripada hash rate di Kazakhstan.

Arah Masih Kabur, Tapi Sinyal Sudah Nyaring

Pasar sedang dalam masa “fragile equilibrium.” Kabar kecil dari pejabat Washington bisa memicu tsunami volatilitas di pasar kripto global. Apakah ini berarti saatnya akumulasi atau justru sinyal untuk risk-off? Itu tergantung strategi dan toleransi risiko masing-masing investor.

Namun satu hal pasti: kripto bukan gelembung yang hidup di dunia sendiri. Ia kini telah menjadi bagian dari ekosistem finansial global yang saling terhubung. Dan ketika Donald Trump bicara soal tarif, atau Jerome Powell ragu menurunkan suku bunga, maka efeknya bisa langsung terasa di dompet digital yang dimiliki.

Awas Volatilitas! Bitcoin Terkoreksi, Investor Tunggu Sinyal dari Washington
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan