Jun 30, 2025

Abu Dhabi Ungguli Barat dalam Adopsi Bitcoin: Investasi Mubadala Capai $512 Juta

Default Featured Image

Di satu sisi gurun pasir yang kaya minyak, dan di sisi lain padang rumput Midwest yang tenang dua lembaga negara yang dikelola dengan rapi membuat keputusan yang sangat berbeda terhadap Bitcoin pada kuartal pertama 2025.

Dana kekayaan negara Abu Dhabi, Mubadala Investment Company, meningkatkan eksposurnya terhadap Bitcoin. Sementara itu, State of Wisconsin Investment Board (SWIB), memilih untuk keluar sepenuhnya dari arena kripto.

Kedua keputusan ini terjadi di tengah fluktuasi tajam harga Bitcoin dan ketidakpastian makroekonomi global.

Mubadala Tambah Aset, Abaikan Volatilitas

Menurut pengajuan Form 13-F terbaru ke SEC, Mubadala menambah 491.000 lembar saham iShares Bitcoin Trust (IBIT) milik BlackRock, membawa total kepemilikannya menjadi 8,73 juta saham per 31 Maret 2025.

Nilai posisi ini ditaksir sebesar $408,5 juta saat itu, dan kini melampaui $512 juta, mengikuti lonjakan harga BTC pasca-halving.

Secara proporsional, posisi ini hanya mencerminkan 0,14% dari total aset kelolaan Mubadala sebesar $302 miliar. Meski terlihat kecil, langkah ini cukup simbolis sebuah pernyataan tegas dari Abu Dhabi bahwa eksposur terhadap aset digital bukan sekadar eksperimen, melainkan strategi jangka panjang.

Mubadala bukan satu-satunya entitas Abu Dhabi yang aktif di sektor ini. Negara tersebut memiliki portofolio lembaga investasi besar seperti ADIA, ADQ, dan EIA, yang mulai menunjukkan ketertarikan pada sektor teknologi tinggi dan aset digital seiring transformasi ekonomi yang didorong Visi 2030 Uni Emirat Arab.

Wisconsin SWIB Exit Penuh, Sinyal Kehati-hatian

Berlawanan arah, SWIB pengelola dana pensiun negara bagian Wisconsin melaporkan tidak memiliki saham IBIT pada akhir Maret, menandai keluar total dari eksposur ETF Bitcoin. Ini mengejutkan banyak pihak karena pada kuartal keempat 2024, SWIB masih memegang 6,06 juta lembar IBIT senilai $321,5 juta, naik 110% dari kuartal sebelumnya.

Sebelum menggunakan IBIT, SWIB bahkan sempat menaruh eksposur melalui Grayscale Bitcoin Trust (GBTC), sebelum terjadi konversi besar-besaran ke ETF spot pada awal tahun. Tapi keputusan keluar total ini mengindikasikan dua kemungkinan: kehati-hatian terhadap volatilitas BTC pasca-halving, atau pivot strategis kembali ke aset dengan risiko lebih rendah.

ETF Bitcoin: Alternatif Baru, Risiko Lama

ETF Bitcoin seperti IBIT memungkinkan institusi keuangan untuk berinvestasi pada Bitcoin tanpa harus langsung memegang asetnya mereka cukup memiliki saham dalam trust yang mencerminkan harga BTC spot.

Sejak disetujui oleh SEC awal tahun ini, ETF spot menjadi jembatan utama antara institusi tradisional dan aset digital.

Namun, harga BTC yang sempat merosot ke bawah $55.000 pada awal Maret sebelum rebound ke atas $63.000 bulan ini menunjukkan bahwa risiko volatilitas tetap tinggi, meski instrumennya semakin “institusional”.

Divergensi Pandangan: Timur Tengah vs Midwest

Langkah Mubadala dan SWIB mencerminkan perbedaan filosofi mendasar tentang bagaimana negara dan institusi besar menghadapi kripto:

* Mubadala memandang kripto sebagai bagian dari transisi ekonomi dan diversifikasi aset.
 
* SWIB melihat kripto lebih sebagai alat spekulatif, dan memilih berhenti sementara.

Dalam konteks global, banyak negara Timur Tengah justru agresif mengakuisisi teknologi blockchain dan aset digital, sebagai bagian dari strategi pasca-minyak. Abu Dhabi sendiri sedang mengembangkan ADGM (Abu Dhabi Global Market) sebagai hub kripto teregulasi yang menarik perhatian Coinbase, Kraken, hingga Binance.

Sementara itu, institusi di AS terutama yang mengelola dana pensiun masih terikat oleh aturan fidusia dan sensitivitas publik terhadap risiko yang belum teruji sepenuhnya seperti kripto.

Momentum atau Mimpi?

Pertanyaannya kini adalah siapa yang akan terbukti benar? Apakah Mubadala akan menuai hasil dari investasi jangka panjangnya di Bitcoin, atau SWIB akan terbukti bijak dengan menghindari gejolak yang belum selesai?

Yang pasti, perbedaan keputusan ini memperlihatkan bahwa meskipun ETF Bitcoin memberikan kenyamanan institusional, strategi investasinya tetap sangat bergantung pada siapa yang memegang kendali.

Dan untuk pasar, keputusan besar seperti ini akan terus menjadi sinyal arah: apakah kripto semakin diterima sebagai kelas aset serius atau hanya fase volatil berikutnya dalam sejarah keuangan global?

Abu Dhabi Ungguli Barat dalam Adopsi Bitcoin: Investasi Mubadala Capai $512 Juta
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan