Jun 30, 2025

72 ETF Kripto Menunggu Persetujuan SEC di Tengah Reformasi Regulasi AS

Default Featured Image

Jika ada satu angka yang mencerminkan ekspektasi tinggi industri kripto terhadap regulasi yang lebih bersahabat di Amerika Serikat tahun ini, maka itu adalah 72. Itulah jumlah pengajuan ETF (Exchange-Traded Fund) berbasis aset kripto yang saat ini tengah menunggu lampu hijau dari U.S. Securities and Exchange Commission (SEC).

Dalam lanskap keuangan yang masih terus mencari bentuk hubungan ideal antara inovasi dan pengawasan, angka ini bukan sekadar statistik. Ini adalah sinyal: perubahan besar sedang terjadi.

Era Baru di SEC Dari Gensler ke Atkins

Salah satu katalis penting dalam meningkatnya jumlah pengajuan ini adalah pergantian kursi pimpinan di SEC. Setelah masa jabatan Gary Gensler yang dikenal keras terhadap industri kripto, tongkat komando kini berpindah ke tangan Paul Atkins, yang mengambil pendekatan lebih pragmatis dan inklusif terhadap aset digital.

Atkins menyampaikan komitmen kepada Kongres AS untuk “memberikan fondasi regulasi yang kokoh untuk aset digital melalui pendekatan yang rasional, koheren, dan berprinsip.” Ini bukan basa-basi politik; sinyalnya konkret.

Atkins tak hanya bicara, tetapi juga mengakomodasi dialog konstruktif yang selama ini dinanti oleh banyak pelaku industri.

Siapa yang Mengajukan dan Apa Saja Produknya?

Menurut analis ETF senior dari Bloomberg, Eric Balchunas, terdapat 72 pengajuan ETF kripto dari berbagai perusahaan, mulai dari raksasa seperti Grayscale, Vaneck, Fidelity, hingga nama-nama yang lebih niche seperti Canarx, Rex-Osprey, dan Teucrium.

Tidak hanya terbatas pada Bitcoin dan Ethereum, ETF ini mencakup aset seperti Solana, XRP, Litecoin, bahkan Dogecoin serta sejumlah produk yang eksentrik seperti ETF “2x Melania” dan token eksperimental pengu.

Struktur produknya pun beragam:

* Spot ETFs, yang mengacu langsung pada harga aset.

 
* Futures-based ETFs, berbasis kontrak derivatif.

 
* Leveraged ETFs, yang menyasar investor spekulatif.

 
* Staking ETFs, menawarkan hasil dari token yang di-stake di jaringan.

Apa Dampaknya bagi Pasar dan Investor?

Jika sebagian besar dari 72 ETF ini disetujui, likuiditas kripto bisa melonjak drastis, terutama karena ETF memungkinkan akses investasi yang lebih sederhana dan aman bagi institusi serta investor ritel yang tidak terbiasa dengan dompet digital dan kunci pribadi.

Hal ini berpotensi memicu fase pertumbuhan baru untuk kripto, mirip dengan lonjakan harga Bitcoin pasca disahkannya ETF spot pada awal 2024. Saat itu, hanya dalam waktu dua bulan, nilai total aset dalam ETF kripto di AS melampaui $10 miliar.

Namun di sisi lain, hal ini juga bisa menciptakan risiko baru. ETF yang terlalu agresif (misalnya ETF leverage dengan eksposur ganda atau tiga kali lipat) dapat menyebabkan volatilitas ekstrem, terutama di pasar kripto yang sudah dikenal tidak stabil.

SEC di Persimpangan Jalan

Meningkatnya pengajuan ini menempatkan SEC di titik krusial dalam sejarah regulasi keuangan AS. Di satu sisi, ada tekanan untuk membuka jalan bagi inovasi dan daya saing global. Di sisi lain, masih ada kekhawatiran soal perlindungan investor, transparansi aset, dan potensi sistemik.

Namun, dengan Atkins di pucuk pimpinan dan komitmen untuk memperbaiki komunikasi serta konsistensi regulasi, industri kripto kini punya alasan lebih untuk optimis.

72 Bukan Angka Biasa

Jumlah pengajuan ETF yang mencapai 72 bukan sekadar anomali statistik, melainkan refleksi dari ekspektasi yang mengendap selama bertahun-tahun di bawah ketidakpastian regulasi. Ini adalah bentuk kepercayaan baru terhadap sistem, harapan bahwa kripto akhirnya bisa “naik kelas” ke ranah keuangan konvensional dengan penuh legitimasi.

Apakah semua pengajuan akan disetujui? Tentu tidak. Tapi jika SEC mampu memilih dengan bijak, menyaring dengan prinsip, dan tetap membuka ruang untuk inovasi, maka 2025 bisa tercatat sebagai tahun emas bagi ETF kripto di Amerika Serikat dan dampaknya bisa menjalar ke pasar global, termasuk Asia Tenggara.

72 ETF Kripto Menunggu Persetujuan SEC di Tengah Reformasi Regulasi AS
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan