Jun 30, 2025

$132K di Depan Mata? Bitcoin Didorong Likuiditas Global dan Kebijakan Fiskal AS

Default Featured Image

Jika ada satu sinyal kuat yang kembali mengguncang pasar kripto global, itu datang dari dua arah yang tampak tak berkaitan: kebijakan fiskal Amerika Serikat dan tarikan tajam harga Bitcoin menuju level psikologis baru.

Menurut Arthur Hayes, pendiri BitMEX sekaligus CIO Maelstrom, investor mungkin sedang menghadapi kesempatan terakhir untuk membeli Bitcoin di bawah harga $100.000.

“Seriously fam,” tulis Hayes dalam unggahan X yang kini jadi sorotan, “ini mungkin terakhir kalinya kamu bisa beli BTC sebelum ia loncat ke enam digit.”

Dan pernyataan itu bukan tanpa alasan.

Treasury Buybacks “Bazooka” Baru untuk Bitcoin?

Istilah “bazooka” yang digunakan Hayes merujuk pada langkah strategis pemerintah AS: buyback surat utang negara. Mekanisme ini dilakukan Departemen Keuangan AS untuk membeli kembali obligasi yang beredar di pasar, yang bertujuan menambah likuiditas, menstabilkan suku bunga, atau merapikan struktur utang negara.

Langkah ini dinilai memiliki efek domino yang sangat besar terhadap aset berisiko seperti saham dan kripto. Pasalnya, semakin banyak likuiditas beredar, semakin besar pula arus dana yang mencari tempat parkir dengan potensi imbal hasil tinggi dan di sinilah Bitcoin kembali jadi primadona.

Bitcoin Menguat Saat Dolar Melemah

Tak hanya buyback yang menjadi bahan bakar baru bagi reli Bitcoin. Mata uang kripto terbesar ini juga mengambil momentum dari kelemahan dolar AS, yang pada awal April menyentuh titik terendah sejak Maret 2022.

Ini terjadi tak lama setelah Presiden Trump mengumumkan tarif impor balasan terhadap produk dari negara mitra dagang, termasuk China.

Bitcoin pun sempat menembus angka $87.700, tertinggi dalam tiga pekan. Ini memperkuat narasi bahwa Bitcoin mulai berfungsi bukan sekadar aset spekulatif, melainkan alat lindung nilai terhadap ketidakpastian moneter dan geopolitik.

Menurut Ryan Lee, analis utama di Bitget Research, “Tekanan teknikal dari breakout descending wedge dan volume tinggi mengindikasikan kemungkinan uji resistance di $90.000. Korelasi yang meningkat dengan emas memperkuat daya tarik BTC sebagai aset safe haven.”

Proyeksi Analis $132.000 di Ujung Tahun?

Sementara itu, Jamie Coutts, analis kripto di Real Vision, memperkirakan bahwa peningkatan suplai uang fiat secara global bisa mendorong harga Bitcoin menembus $132.000 sebelum akhir 2025.

Ini bukan sekadar spekulasi liar; pertumbuhan suplai uang kerap menjadi pemicu reli Bitcoin dalam siklus sebelumnya, terutama setelah pandemi dan pelonggaran kuantitatif besar-besaran pada 2020–2021.

Namun demikian, ia juga mewanti-wanti bahwa perang dagang global, khususnya antara AS dan China, bisa menjadi faktor penahan, membuat investor ragu-ragu untuk all-in ke aset berisiko sebelum ada kepastian diplomatik.

Adopsi Institusional Terus Mengalir

Meskipun volatilitas masih menjadi bagian tak terpisahkan dari pasar kripto, investor institusional tampaknya tidak tergoyahkan. Firma investasi besar dari Jepang dan Inggris kini secara kolektif menggelontorkan ratusan juta dolar ke Bitcoin, mempercepat adopsi yang sebelumnya hanya terlihat di kalangan ritel dan pelaku teknologi.

Fenomena ini memperkuat keyakinan bahwa kita sedang berada dalam fase transisi menuju siklus kripto empat tahunan berikutnya di mana harga Bitcoin biasanya melonjak tajam mengikuti halving dan tekanan makroekonomi.

“The Last Cheap BTC”?

Dalam dunia investasi, waktu adalah segalanya. Dan jika prediksi Hayes dan analis lainnya benar, maka saat ini bisa menjadi momen paling menentukan bagi siapa pun yang mempertimbangkan posisi jangka panjang di Bitcoin.

Kombinasi dari buyback Treasury, depresiasi dolar, likuiditas global yang membengkak, serta masuknya modal institusional membuat narasi “Bitcoin menuju $100K” bukan lagi mimpi melainkan probabilitas.

Apakah ini saat terbaik untuk masuk? Atau hanya euforia sesaat sebelum koreksi besar?

Yang jelas, pertanyaannya bukan lagi apakah Bitcoin akan mencapai enam digit, melainkan kapan. Dan mungkin saja, jawabannya: lebih cepat dari yang kita kira.

$132K di Depan Mata? Bitcoin Didorong Likuiditas Global dan Kebijakan Fiskal AS
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan