Google menutup tahun 2025 dengan posisi yang sangat berbeda dibandingkan awal tahun. Jika pada Januari lalu raksasa teknologi ini masih dipandang Wall Street sebagai pemain nomor dua bahkan nomor tiga dalam perlombaan kecerdasan buatan, menjelang akhir tahun Google justru tampil sebagai pemimpin baru di industri AI global. Perubahan arah ini bukan sekadar narasi optimistis, melainkan tercermin dari pertumbuhan pengguna, kinerja bisnis cloud, serta penerimaan pasar terhadap model AI terbaru mereka, Gemini 3.
Pada awal 2025, dominasi OpenAI melalui Chat GPT masih dianggap sulit digoyahkan. Ironisnya, situasi kini berbalik. Google berhasil mencuri perhatian industri setelah OpenAI CEO Sam Altman dikabarkan menetapkan status “code red” demi mengejar ketertinggalan dari Gemini 3, istilah darurat yang pernah digunakan Google sendiri saat Chat GPT pertama kali meledak pada 2022. Gemini 3 yang diumumkan pada November langsung mengguncang pasar, bahkan disebut melampaui GPT-5.1 di sejumlah kategori utama pengujian AI.
Respons pasar terhadap Gemini 3 datang cepat. Sejumlah tokoh industri teknologi menyampaikan pujian terbuka, termasuk CEO Salesforce Marc Benioff yang mengaku beralih dari Chat GPT setelah mencoba model terbaru Google tersebut. Momentum ini menjadi titik balik persepsi, bahwa Google tidak lagi sekadar mengejar, tetapi mulai menetapkan standar baru dalam pengembangan AI generatif.
Pertumbuhan pengguna memperkuat perubahan tersebut. Data survei TD Cowen menunjukkan penetrasi pengguna aktif bulanan Gemini di Amerika Serikat meningkat dari 24% pada Juli menjadi 26% pada Oktober, sementara ChatGPT justru mengalami penurunan tipis dari 36% menjadi 35% pada periode yang sama. Sensor Tower mencatat bahwa meskipun Chat GPT masih memimpin secara global, laju pertumbuhan Gemini mencapai sekitar 30% antara Agustus hingga Desember, dua kali lebih cepat dibandingkan Chat GPT. Salah satu pendorong utama lonjakan ini adalah aplikasi image editing Nano Banana yang viral dan memperluas basis pengguna non-teknis Google.
Keunggulan Google semakin terasa berkat distribusi yang luas. Gemini terintegrasi langsung pada perangkat Android terbaru, membuat aksesnya jauh lebih mudah dibandingkan Chat GPT yang mengharuskan pengguna mengunduh aplikasi atau membuka situs web. Dalam ekosistem Android yang menjangkau miliaran perangkat, faktor ini menjadi senjata strategis yang sulit ditandingi pesaing.
Di sisi bisnis, kemenangan Google tidak berhenti pada produk. Google Cloud Platform mencatat pertumbuhan pendapatan 34% secara tahunan menjadi USD 15,1 miliar pada kuartal ketiga 2025, dengan lebih dari 70% pelanggan cloud kini menggunakan layanan AI. CEO Alphabet Sundar Pichai menyebut perusahaan menandatangani lebih banyak kesepakatan bernilai di atas USD 1 miliar dalam satu kuartal dibandingkan dua tahun sebelumnya secara gabungan, menandakan akselerasi adopsi AI di sektor enterprise.
Google juga mulai menegaskan posisinya dalam rantai pasok AI melalui chip internal. Anthropic, pengembang Claude, mengumumkan ekspansi besar penggunaan chip AI Google hingga mencapai satu juta prosesor. Selain itu, Meta dikabarkan tengah menjajaki kerja sama dengan Google untuk menjalankan produk AI mereka menggunakan chip buatan Alphabet, sebuah sinyal bahwa Google mulai diperhitungkan sebagai pemain infrastruktur, bukan hanya pengembang model.
Kepercayaan investor pun meningkat. Gene Munster dari Deepwater Asset Management menilai Google berada dalam posisi terkuat berkat AI stack yang terintegrasi penuh, mulai dari model Gemini, basis pengguna yang berkembang cepat, integrasi AI ke Search dan iklan, hingga kekuatan infrastruktur cloud. Ia bahkan memproyeksikan saham Google berpotensi menjadi yang berkinerja terbaik di antara kelompok “Magnificent Seven” pada 2026.
Di luar AI, Google tetap mencatat kemajuan di bidang lain. Waymo memperluas layanan kendaraan otonom ke sejumlah kota besar di Amerika Serikat, sementara pengembangan Android XR membuka jalan bagi perangkat smart glasses dan headset realitas virtual generasi baru bersama Samsung. Di sisi hukum, meski kalah dalam satu perkara antitrust iklan digital, Google berhasil mempertahankan Chrome dan tetap diizinkan melanjutkan kesepakatan distribusi bernilai miliaran dolar dengan Apple.
Menutup 2025, satu pesan menjadi semakin jelas: dominasi di era AI tidak ditentukan oleh siapa yang lebih dulu meluncurkan produk, melainkan oleh siapa yang mampu membangun ekosistem paling utuh. Google datang terlambat ke panggung AI generatif, tetapi ketika seluruh mesinnya bergerak serempak, dampaknya terasa ke seluruh industri. Jika tren ini berlanjut, 2026 berpotensi menjadi tahun di mana Google tidak lagi dipandang sebagai pengejar, melainkan sebagai tolok ukur baru dalam persaingan AI global.






