Tekanan Berat di Sektor AI: Nvidia Jadi Korban Utama
Saham Nvidia Corp (NASDAQ: NVDA) kembali tertekan hebat pada perdagangan Jumat setelah turun hingga 4% intraday, melanjutkan tren bearish yang membuat saham ini anjlok lebih dari 10% sepanjang pekan.
Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam investor terhadap valuasi berlebihan di sektor kecerdasan buatan (AI) dan meningkatnya sentimen bahwa pasar teknologi mulai menunjukkan gejala “mini bubble” seperti era dot-com dua dekade lalu.
Menurut laporan Yahoo Finance, para analis menilai tekanan terhadap saham AI besar seperti Nvidia, Microsoft, dan Meta semakin nyata seiring investor mulai mempertanyakan kelanjutan siklus euforia AI yang selama dua tahun terakhir mengangkat indeks Nasdaq ke rekor tertinggi.
“Kenaikan ekstrem valuasi AI mulai menciptakan kecemasan tentang keberlanjutan pertumbuhan, terutama setelah munculnya sinyal koreksi makro dan politik,” tulis laporan tersebut.
Isu “Bailout AI” Picu Kepanikan Pasar
Salah satu pemicu utama aksi jual datang dari komentar pejabat pemerintahan Trump terkait industri AI.
Pada Kamis, David Sacks, pejabat Gedung Putih bidang teknologi dan kripto, menegaskan melalui platform X (Twitter) bahwa tidak akan ada bailout federal untuk perusahaan AI — menanggapi pernyataan CFO OpenAI, Sarah Friar, yang sebelumnya menyebut kemungkinan dukungan pemerintah untuk mempermudah pendanaan chip AI bagi data center.
“Amerika punya setidaknya lima perusahaan frontier model besar. Jika satu gagal, yang lain akan menggantikan,” tulis Sacks.
Meski CEO OpenAI Sam Altman segera membantah bahwa perusahaannya meminta jaminan pemerintah, sentimen negatif sudah terlanjur menyebar di pasar, memicu aksi jual besar pada saham-saham chip seperti Nvidia, AMD, dan Qualcomm.
Konteks ini memperparah persepsi bahwa industri AI kini mulai berisiko secara sistemik bukan hanya dari sisi valuasi, tetapi juga dari eksposur politik dan kebijakan fiskal.
Valuasi AI Dianggap Mulai “Overheated”
Kekhawatiran investor bukan tanpa alasan. Sepanjang 2024–2025, valuasi saham AI telah melonjak hingga tiga kali lipat, dengan Nvidia menjadi simbol utamanya.
Saat ini, Nvidia diperdagangkan di kisaran 30x forward earnings, level yang bagi sebagian analis sudah mencerminkan ekspektasi pertumbuhan sempurna (priced for perfection). Namun, pasar kini mulai menakar ulang prospek AI setelah muncul indikasi bahwa permintaan hyperscaler mulai menurun secara bertahap, sementara persaingan dari AMD dan perusahaan China seperti Huawei semakin meningkat.
Selain itu, laporan kuartalan Qualcomm (QCOM) yang sebenarnya positif justru gagal mengangkat sektor chip, menandakan bahwa investor lebih khawatir soal valuasi daripada hasil kinerja aktual.
Kontroversi Jensen Huang dan China Tambah Tekanan
Pernyataan CEO Nvidia Jensen Huang kepada Financial Times bahwa “China akan memenangkan perlombaan AI melawan Amerika Serikat” menambah sentimen negatif terhadap saham NVDA.
Meski Huang kemudian mengklarifikasi ucapannya di X bahwa “China hanya beberapa nanodetik di belakang AS”, pernyataan itu cukup untuk menimbulkan resonansi politik dan kekhawatiran geopolitik baru.
“Amerika harus menang dengan berlari lebih cepat dan menarik lebih banyak pengembang global,” tulis Huang dalam postingan klarifikasinya.
Namun, bagi sebagian investor, komentar tersebut memperkuat pandangan bahwa ketegangan AS–China dalam kompetisi AI semakin meningkat, dan ini berpotensi berdampak langsung pada rantai pasok serta regulasi ekspor chip lanjutan.
Apakah Ini Awal Koreksi AI?
Meskipun penurunan Nvidia pekan ini cukup tajam, beberapa analis menilai fundamental jangka panjang perusahaan tetap kuat. Permintaan GPU untuk pelatihan dan inferensi model AI masih tinggi, dan backlog pesanan dari raksasa seperti Microsoft, Meta, dan Oracle diperkirakan akan menopang pendapatan hingga 2026.
Namun, dalam jangka pendek, sentimen pasar terhadap valuasi AI tampaknya memasuki fase penyesuaian. Investor mulai membedakan antara perusahaan AI dengan nilai fundamental nyata dan yang hanya “menumpang narasi tren.”
“Kita mungkin sedang menyaksikan fase pertama dari realignment sektor AI bukan kehancuran, tapi pembersihan euforia,” ujar salah satu analis teknologi Wall Street kepada Yahoo Finance.
Nvidia Masih Raja, Tapi Pasar Mulai Menagih Realita
Kejatuhan 10% saham Nvidia dalam seminggu bukan sekadar sinyal teknikal, melainkan refleksi perubahan persepsi pasar terhadap valuasi AI yang terlalu cepat naik. Dengan tekanan makro, isu geopolitik, dan pernyataan pejabat pemerintah, pasar kini menuntut bukti nyata dari profitabilitas dan efisiensi bisnis AI, bukan hanya janji pertumbuhan.
Namun, dengan posisi dominannya dalam komputasi GPU dan kontrak besar yang terus mengalir, Nvidia tetap menjadi “central pillar” dari revolusi AI global meski untuk sementara waktu, langkahnya harus melambat untuk menyesuaikan napas pasar.



