Perusahaan kendaraan listrik milik Elon Musk, Tesla Inc. (TSLA), kembali mencatat rekor pendapatan kuartalan sebesar $28,1 miliar pada Q3 2025, melampaui perkiraan Wall Street yang berada di kisaran $26,3 miliar.
Namun di balik angka spektakuler itu, laba Tesla justru melambat, terpukul oleh biaya riset dan pengembangan (R&D) yang melonjak serta berkurangnya pendapatan dari kredit regulasi.
Laba per saham Tesla tercatat hanya $0,50, lebih rendah dari ekspektasi analis sebesar $0,55 per saham. Saham Tesla pun turun 4% dalam perdagangan setelah jam kerja (after-hours trading).
Rekor Penjualan, Tapi Margin Menyempit
Meski penjualan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, margin kotor Tesla menurun menjadi 18%, sedikit di atas ekspektasi 17,5%. Namun, margin otomotif indikator profitabilitas inti di sektor kendaraan justru turun menjadi 15,4%, di bawah proyeksi 15,6%.
Hal ini terjadi karena Tesla terpaksa memotong harga besar-besaran untuk mempertahankan permintaan setelah kredit pajak kendaraan listrik $7.500 berakhir pada akhir September. Kredit ini sebelumnya menjadi magnet utama bagi pembeli di AS.
Tanpa insentif pajak itu, penjualan EV di seluruh industri diperkirakan melemah sepanjang kuartal IV, tak hanya bagi Tesla tetapi juga bagi kompetitor seperti Rivian dan Ford.
Tarif Baru Trump Menggigit
Tesla juga terkena imbas langsung dari kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump terhadap suku cadang otomotif. CFO Tesla, Vaibhav Taneja, mengungkapkan tarif baru itu menguras lebih dari $400 juta laba perusahaan pada kuartal ini.
Selain itu, penghapusan dan berkurangnya pendapatan dari kredit regulasi, yang biasanya dijual Tesla ke produsen mobil konvensional untuk menyeimbangkan emisi mereka, juga berdampak besar. Pendapatan dari kredit ini turun tajam menjadi $417 juta, dari $739 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Taruhan Besar Musk yang Mulai Mahal
Investor kini menilai Tesla bukan sekadar pembuat mobil listrik, melainkan perusahaan teknologi masa depan. Nilai kapitalisasi pasar Tesla yang mencapai $1,45 triliun sebagian besar mencerminkan keyakinan investor terhadap ekspansi AI dan robotika yang digencarkan Musk.
Namun ambisi ini datang dengan harga tinggi. Tesla melaporkan kenaikan 50% pada biaya operasional, terutama akibat proyek AI, robot humanoid “Optimus,” dan robotaxi otonom “Cybercab.”
Taneja menegaskan bahwa belanja modal akan meningkat signifikan mulai 2026, seiring dengan persiapan lini produksi generasi baru.
Meski begitu, beberapa analis menilai kombinasi strategi ini bisa menjadi pedang bermata dua. “Tesla seperti sedang berjalan di tali antara inovasi dan profit. R&D mereka membakar kas, tapi kalau berhasil, hasilnya bisa mengubah arah industri global,” ujar Shawn Campbell, penasihat di Camelthorn Investments.
Strategi Bertahan atau Risiko Baru?
Untuk mengatasi penurunan permintaan, Tesla memperkenalkan varian murah “Standard” untuk Model Y dan Model 3 dengan memangkas sejumlah fitur. Harga kedua model ini turun $5.000 hingga $5.500.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan, namun banyak analis memperingatkan bahwa strategi diskon agresif justru bisa menggerus margin keuntungan lebih dalam. Beberapa pihak bahkan menyebut strategi ini berpotensi kanibalistik, karena dapat menekan penjualan model premium yang lebih menguntungkan.
Unit Energi Masih Tumbuh, Meski Bayang-Bayang EV Membesar
Di luar bisnis kendaraan, divisi energi Tesla justru menunjukkan performa kuat. Pengiriman unit penyimpanan energi (Megapack 3) naik 81% dibanding tahun lalu. Tesla juga menegaskan bahwa proyek Semi Truck dan Cybercab Robotaxi akan memasuki fase produksi massal pada 2026.
Ini menjadi sinyal bahwa Musk tengah membangun portofolio bisnis yang lebih beragam, meski sektor otomotif tetap menjadi fondasi utama pendapatan perusahaan.
Robotaxi & Masa Depan Tanpa Pengemudi
Dalam konferensi pendapatan, Elon Musk menegaskan visinya bahwa layanan robotaxi tanpa pengemudi manusia akan beroperasi di sebagian besar wilayah Austin, Texas, sebelum akhir tahun ini. Ia menargetkan ekspansi ke 8–10 kota besar AS pada akhir 2025.
Namun para analis tetap skeptis. Beberapa menyebut bahwa “janji otonomi penuh” Tesla sudah menjadi mantra tahunan yang belum juga terealisasi secara luas. Meski demikian, langkah ini jelas memperkuat posisi Tesla dalam narasi global tentang mobilitas otonom dan AI komersial.
Tesla Berada di Titik Persimpangan
Menurut data LSEG dan Visible Alpha, Wall Street memperkirakan pengiriman Tesla akan turun 8,5% pada 2025, dipicu oleh:
- Hilangnya insentif pajak,
- Reliance pada model lama, dan
- Kompetisi yang semakin sengit.
Faktor non-ekonomi juga ikut menekan citra merek Tesla termasuk retorika politik kanan ekstrem Elon Musk yang membuat sebagian pembeli potensial berpaling.
Namun, terlepas dari turbulensi jangka pendek, Tesla tetap menjadi pionir dalam industri mobil listrik global meski kini ia tampak lebih seperti perusahaan teknologi eksperimental ketimbang sekadar pembuat mobil.
Tesla Antara Kejeniusan dan Keberanian Finansial
Tesla kini berada di titik yang menentukan: mempertahankan pertumbuhan sambil membiayai ambisi besar di AI dan robotika. Rekor pendapatan membuktikan kekuatan merek Tesla di pasar global, tapi laba yang menurun menunjukkan biaya inovasi yang semakin mahal.
Jika proyek robotaxi dan Optimus benar-benar lepas landas, Musk mungkin sekali lagi membungkam para skeptis. Namun bila tidak, sejarah mungkin akan mencatat periode ini sebagai masa ketika Tesla membayar terlalu mahal untuk mengejar masa depan.



