Pelanggan Jadi Pesaing: Awal Pergeseran Besar di Industri AI
Selama beberapa tahun terakhir, Nvidia menjadi pemasok utama chip grafis (GPU) untuk komputasi AI. Chip seperti H100 dan Blackwell B200 menjadi tulang punggung model generatif yang dikembangkan oleh OpenAI, Anthropic, hingga Google DeepMind.
Namun kini, raksasa-raksasa tersebut mulai melangkah keluar dari bayang-bayang Nvidia.
- OpenAI dikabarkan tengah merancang chip AI kustom bekerja sama dengan Broadcom, langkah yang menandai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap GPU Nvidia.
- Meta (NASDAQ: META) memperkuat divisi semikonduktornya dengan mengakuisisi startup Rivos, fokus pada desain prosesor internal untuk infrastruktur AI.
- Amazon (NASDAQ: AMZN) sudah lebih dulu meluncurkan chip Trainium2 dan kini memperluas penggunaannya melalui proyek pusat data besar Project Rainier.
- Sementara Google (NASDAQ: GOOGL), pelopor chip AI TPU (Tensor Processing Unit), bahkan telah mulai menjual chip AI-nya ke penyedia cloud eksternal sebuah langkah yang menempatkannya langsung bersaing dengan Nvidia.
Peta Persaingan Baru: 45% Pasar Akan Dikuasai Chip Kustom
Menurut riset JP Morgan (Juni 2025), pangsa pasar chip AI kustom dari perusahaan seperti Google, Amazon, Meta, dan OpenAI diperkirakan akan mencapai 45% pada 2028, naik dari 37% di 2024.
Sisanya tetap akan dikuasai oleh produsen GPU seperti Nvidia dan AMD (NASDAQ: AMD), tetapi tren ini jelas mengindikasikan bahwa dominasi Nvidia mulai tergerus.
Analis dari Seaport Research, Jay Goldberg, menyebut fenomena ini sebagai “death by a thousand cuts” kematian perlahan akibat kompetisi bertubi-tubi dari para pelanggan sendiri.
“Setiap perusahaan besar kini ingin punya kendali atas teknologi AI-nya sendiri. Mereka tak ingin selamanya bergantung pada monopoli Nvidia,” ujar Goldberg.
Mengapa Big Tech Ingin Lepas dari Nvidia
Motif utama langkah ini adalah biaya dan kendali strategis. Harga GPU Nvidia yang sangat tinggi membuat margin keuntungan para penyedia cloud seperti Microsoft Azure, AWS, dan Google Cloud menipis.
Dengan mengembangkan chip sendiri, perusahaan dapat menekan biaya sekaligus mengoptimalkan performa chip sesuai kebutuhan perangkat lunak mereka.
Selain itu, chip kustom memberikan fleksibilitas. Perusahaan dapat menyesuaikan arsitektur chip agar lebih hemat energi dan efisien menjalankan model AI internal mereka, tanpa menunggu pembaruan generasi GPU Nvidia yang dirilis tahunan.
Penantang Serius Dominasi GPU
Dari semua pesaing, Google dianggap sebagai ancaman paling nyata bagi Nvidia. Chip TPU buatan Google kini sudah memasuki generasi kelima dan digunakan untuk menjalankan sistem AI besar seperti Gemini dan DeepMind.
Bahkan, analis DA Davidson, Gil Luria, memperkirakan valuasi gabungan bisnis TPU dan divisi AI Google bisa mencapai $900 miliar, menjadikannya salah satu lini bisnis paling bernilai di bawah payung Alphabet.
“TPU Google adalah alternatif paling kompetitif terhadap GPU Nvidia. Dalam 9–12 bulan terakhir, jarak performa di antara keduanya makin menyempit,” tulis Luria.
Margin Tergerus, Tapi Pasar Masih Tumbuh
Meski ancaman kompetisi makin jelas, sebagian analis percaya Nvidia masih akan tetap tumbuh, meskipun dengan laju yang lebih lambat. Alasannya sederhana: pasar AI masih meledak.
Menurut Bank of America, permintaan chip AI dan kapasitas komputasi meningkat begitu cepat hingga “pertumbuhan seluruh pasar akan cukup besar bagi semua pemain.” Nvidia juga aktif memperluas ekosistemnya dengan berinvestasi lebih dari $47 miliar ke startup AI dan “neocloud” baru sejak 2020 strategi yang membantu memperluas pangsa pasar di luar pelanggan tradisional.
“Nvidia tidak akan tumbuh secepat dulu, tapi pasar yang berkembang begitu cepat tetap membuat mereka tumbuh,” kata Luria.
Nvidia Lebih dari Sekadar Pembuat Chip
CEO Nvidia Jensen Huang merespons ancaman ini dengan nada percaya diri. Dalam wawancara podcast “BG2”, Huang menegaskan bahwa Nvidia bukan hanya pembuat chip, tapi arsitek sistem AI secara keseluruhan.
“Kami satu-satunya perusahaan di dunia yang membangun semua komponen AI dari GPU, CPU berbasis Arm, hingga jaringan interkoneksi server lengkap,”ujarnya.
“Pelanggan kami membuat chip tunggal. Kami membangun keseluruhan sistem.”
Dengan strategi end-to-end AI infrastructure, Nvidia berupaya mempertahankan keunggulannya tidak hanya di tingkat hardware, tetapi juga software dan ekosistem pengembang.
Tidak Semua Akan Bertahan
Namun, analis memperingatkan tidak semua raksasa teknologi akan sukses di bisnis chip.
“Mendesain chip itu sulit,” kata Goldberg. “Kemungkinan besar, beberapa proyek in-house silicon dari Big Tech akan gagal di tahap implementasi.”
Faktor seperti biaya R&D yang tinggi, siklus produksi panjang, dan kompleksitas desain membuat banyak perusahaan mungkin berhenti di tengah jalan menyisakan ruang bagi Nvidia untuk tetap menjadi “pemasok utama AI dunia.”
Fenomena ini menandai fase baru dalam industri AI: dari ketergantungan pada satu vendor menuju era kemandirian silikon (silicon independence). Namun bagi Nvidia, ancaman itu juga peluang selama mereka terus memperluas pasar, berinovasi di level sistem, dan menjaga keunggulan software mereka.
Satu hal yang jelas: kompetisi AI tidak lagi sekadar soal model, tapi soal siapa yang menguasai chip di balik kecerdasan buatan.