Kesulitan penambangan Bitcoin (BTC) mengalami penurunan ke level 146,7 triliun pada Jumat lalu, tepat saat hashrate jaringan — ukuran total kekuatan komputasi yang digunakan untuk menjaga keamanan blockchain — mencapai rekor tertinggi baru di atas 1,2 triliun hash per detik. Meskipun ada sedikit penurunan sekitar 2,7% dari level tertinggi sepanjang masa yang sebelumnya mencapai 150,8 triliun, aktivitas jaringan tetap berada di level tinggi. Data dari CryptoQuant menunjukkan hashrate masih bertahan di atas 1,2 triliun, menandakan para penambang terus berkompetisi memvalidasi blok meski tantangan semakin berat.
Menurut proyeksi CoinWarz, penyesuaian kesulitan berikutnya diperkirakan akan terjadi pada 29 Oktober 2025, dengan kenaikan dari 146,72 T menjadi 156,92 T. Artinya, penambang akan menghadapi tingkat kesulitan baru dalam sekitar 1.474 blok mendatang. Peningkatan ini menunjukkan bahwa jaringan Bitcoin terus tumbuh lebih kuat dan lebih aman, namun juga menandakan meningkatnya biaya operasional bagi para penambang.
Kenaikan hashrate berarti para penambang harus mengerahkan sumber daya komputasi yang lebih besar dan energi yang lebih banyak untuk mendapatkan imbalan blok. Kondisi ini semakin menekan margin keuntungan, apalagi di tengah situasi pasar yang fluktuatif, pengurangan block reward, dan kebijakan perdagangan global yang berubah-ubah. Beberapa negara juga menghadapi kenaikan biaya impor perangkat keras akibat tarif perdagangan baru yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump, membuat harga mesin rig penambangan semakin mahal di wilayah tertentu.
Untuk bertahan, sejumlah perusahaan tambang besar seperti Core Scientific, Hut 8, dan IREN mulai mengalihkan sebagian fokus bisnisnya ke sektor lain seperti pusat data berbasis AI (Artificial Intelligence) dan komputasi performa tinggi. Diversifikasi ini dilakukan guna menciptakan aliran pendapatan baru dan mengurangi ketergantungan pada aktivitas penambangan kripto yang volatil. Namun, langkah tersebut menimbulkan tantangan baru: persaingan energi antara perusahaan tambang dan operator pusat data AI yang sama-sama membutuhkan sumber daya listrik besar.
Selain itu, meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok juga berpotensi menghambat rantai pasok global. Pembatasan ekspor terhadap chip, prosesor, dan perangkat keras komputer dapat memperlambat pengadaan rig penambangan, terutama bagi perusahaan yang beroperasi lintas negara.
Secara keseluruhan, meski kesulitan penambangan Bitcoin sempat turun, tren jangka panjang menunjukkan arah yang tetap menantang. Sementara hashrate yang tinggi menegaskan kekuatan jaringan, tekanan terhadap profitabilitas penambang terus meningkat. Kombinasi antara biaya energi, tarif perdagangan, dan kompetisi global menjadikan masa depan industri penambangan kripto semakin kompleks — memaksa para pemainnya untuk berinovasi agar tetap bertahan di tengah dinamika pasar yang cepat berubah.