Nvidia (NVDA), perusahaan publik paling bernilai di dunia dengan market cap $4 triliun, kini sedang berada dalam dealmaking spree yang memicu euforia sekaligus kegelisahan di Wall Street.
Dalam hitungan minggu, Nvidia di bawah kepemimpinan Jensen Huang telah:
- Mengumumkan investasi hingga $100 miliar di OpenAI untuk mendukung ekspansi data center.
- Membeli saham Intel senilai $5 miliar (4% kepemilikan).
- Berkomitmen £2 miliar ($2,7 miliar) untuk mendanai startup AI di Inggris.
- Bermitra dengan Alibaba, raksasa teknologi China, untuk mengintegrasikan software robotik dan tool AI fisik Nvidia ke dalam layanan cloud Alibaba.
Selain itu, data PitchBook mencatat Nvidia ikut serta dalam lebih dari 50 putaran pendanaan startup AI sepanjang 2024, dan tren itu diprediksi berlanjut lebih agresif tahun ini.
Saham NVDA: Target Harga Naik, Tapi Ada Catatan
Euforia investasi Nvidia membuat banyak analis menaikkan target harga NVDA. Broker ternama seperti Daiwa, New Street Research, Evercore ISI, Barclays, hingga Wolfe optimistis pada prospek saham ini. Bahkan D.A. Davidson meng-upgrade rating Nvidia menjadi “Buy”.
Namun, Citigroup justru melakukan hal langka: menurunkan target harga NVDA $10 menjadi $200 sebuah sinyal kehati-hatian di tengah valuasi tinggi dan risiko bubble AI.
Risiko Bubble AI: Sejarah Dot-Com Berulang?
Kekhawatiran akan gelembung AI semakin nyaring. Tidak hanya analis pasar, bahkan Ketua The Fed Jerome Powell dan CEO Meta Mark Zuckerberg ikut menyuarakan potensi overhype.
Data dari Praetorian Capital memperkuat kecemasan:
- Hyperscaler global diproyeksikan menggelontorkan $400 miliar untuk data center AI tahun ini.
- Namun, beban depresiasi tahunan dari aset itu mencapai $40 miliar, nyaris dua kali lipat dari perkiraan pendapatan (bukan laba) yang dihasilkan AI tahun ini.
Situasi ini mengingatkan pada era dot-com: valuasi melambung, infrastruktur dibangun besar-besaran, tapi pendapatan nyata belum sebanding.
Nvidia: Risiko China, Peluang Global
Meski domestikasi chip China menggerus sebagian pasarnya, Nvidia masih mencetak rekor di luar China. CEO Alibaba Eddie Wu bahkan memprediksi investasi global AI mencapai $4 triliun dalam 5 tahun, sejalan dengan proyeksi Huang bahwa infrastruktur AI bisa mencapai $3–4 triliun sebelum 2030.
Dari sisi valuasi, NVDA diperdagangkan dengan forward P/E 42,4x. Sekilas terlihat mahal, tapi masih dinilai wajar karena pertumbuhan laba Nvidia melampaui rekan-rekan “Magnificent 7” seperti Apple, Microsoft, dan Meta.
Outlook: Saham NVDA, Buy atau Sell?
Bagi investor, pertanyaan krusialnya: apakah NVDA masih layak dibeli di tengah risiko bubble AI?
- Bull case: Arus kas solid, dominasi GPU, strategi investasi agresif. Nvidia dianggap tidak hanya menjual chip, tetapi juga membentuk ekosistem AI global.
- Bear case: Risiko bubble, ketergantungan pada investasi sirkular, dan pasar China yang kian tertutup.
Namun, berbeda dengan era dot-com, kali ini perusahaan seperti Nvidia, Microsoft, hingga Meta memiliki balance sheet kuat dan cash flow nyata. Itu sebabnya, meski ada euforia, banyak analis tetap menilai valuasi NVDA belum sepenuhnya “gelembung”.
Antara Inovasi dan Gelembung
Nvidia saat ini adalah simbol dari ledakan AI: inovatif, dominan, tapi juga rawan jadi katalis krisis bila ekspektasi tak terpenuhi.
Dengan nilai pasar $4 triliun, setiap langkah Nvidia dari investasi OpenAI hingga kemitraan global tidak hanya memengaruhi saham NVDA, tapi juga bisa mengguncang arah pasar keuangan dunia.