Saham Alphabet (NASDAQ: GOOGL, NASDAQ: GOOG) melonjak 8% pada 3 September 2025 setelah keputusan pengadilan federal yang menyatakan perusahaan tidak harus melepas browser Chrome.
Putusan ini dipandang investor sebagai kemenangan penting, sekaligus membuka peluang baru bagi strategi AI dan cloud Google.
Dengan valuasi yang relatif rendah dibanding raksasa teknologi lain dalam kelompok “Magnificent Seven”, momentum Alphabet bisa menjadi sinyal dimulainya reli jangka panjang.
Antitrust Ruling: Chrome Tetap Jadi Aset Strategis
Keputusan pengadilan menegaskan Alphabet memang harus berbagi data dengan kompetitor, tetapi tidak diwajibkan menjual Chrome. Hal ini penting karena:
- Chrome menjadi salah satu platform utama untuk integrasi AI Google.
- Keberlanjutan Chrome berarti Google bisa terus memanfaatkan basis pengguna globalnya untuk mendorong adopsi produk AI, termasuk Gemini dan layanan berbasis cloud.
Investor menilai kepastian hukum ini memberikan stabilitas tambahan bagi strategi AI Alphabet, yang sebelumnya sempat diragukan pasca hype GPT-4 milik OpenAI.
Alphabet di Era AI: Dari Perception Lag ke Pemain Serius
Meski sempat dianggap tertinggal di arena AI generatif, Alphabet sebenarnya:
- Sudah menggunakan AI sejak 2001 di berbagai lini produk (search, iklan, rekomendasi YouTube).
- Meluncurkan Gemini, meski tidak langsung mengembalikan kepercayaan investor.
- Kini beralih fokus dari dominasi iklan digital menuju diversifikasi pendapatan lewat Google Cloud dan proyek berbasis AI seperti Waymo (self-driving).
Artinya, kegagalan awal tidak menutup kemungkinan Alphabet justru akan menjadi pemain kunci di fase berikutnya dari revolusi AI.
Kinerja Keuangan: Mesin Uang yang Masih Sangat Kuat
Laporan keuangan terbaru Alphabet menunjukkan fondasi finansial yang solid:
- Pendapatan H1 2025: US$96 miliar (+14% YoY).
- Porsi iklan digital: 74% dari total pendapatan (turun dari 76% tahun lalu, menandakan diversifikasi).
- Google Cloud: menyumbang 14% pendapatan, terus tumbuh sebagai pilar non-iklan.
- Laba bersih H1 2025: US$63 miliar (+33% YoY).
- Free cash flow: US$67 miliar dalam 12 bulan terakhir.
- Kas & likuiditas: US$95 miliar salah satu terkuat di industri.
- Capex 2025: direncanakan US$75 miliar, termasuk untuk data center AI.
- Buyback saham: US$70 miliar, plus peningkatan dividen.
Kombinasi profitabilitas tinggi, kas besar, dan agresivitas investasi menjadikan Alphabet sangat siap untuk bersaing di arena AI global.
Valuasi: Saham Termurah di “Magnificent Seven”
Dibanding Apple, Microsoft, Meta, Amazon, Nvidia, dan Tesla, Alphabet masih diperdagangkan dengan valuasi yang lebih rendah:
- Price-to-Earnings (P/E) ratio: 25 kali naik dari 16x pada April 2025, tetapi tetap yang terendah di Magnificent Seven.
- Valuasi murah ini kontras dengan performa saham yang sudah naik hampir 60% sejak April 2025 (dikenal sebagai “Liberation Day” di kalangan investor).
- Dengan PEG ratio yang masih atraktif, banyak analis menyebut Alphabet sebagai saham AI undervalued.
Apa Artinya bagi Investor?
Momentum positif Alphabet mencerminkan kombinasi antara:
- Kemenangan regulasi → Chrome tetap aman, posisi AI makin solid.
- Fundamental keuangan kuat → laba tumbuh dua digit, kas jumbo, ekspansi capex.
- Valuasi masih murah → potensi upside lebih besar dibanding kompetitor Magnificent Seven.
Risikonya tentu ada: persaingan AI makin ketat, terutama dengan Microsoft (Azure + Copilot) dan OpenAI. Namun, dengan basis pengguna global, arsitektur cloud, dan kas besar, Alphabet memiliki amunisi lebih dari cukup untuk bertahan dan menang.
Alphabet tampaknya memasuki fase bull market baru setelah kepastian hukum soal Chrome. Bagi investor, momentum ini bisa menjadi kesempatan untuk masuk ke saham AI dengan valuasi relatif rendah tetapi prospek pertumbuhan besar.
Dengan kombinasi inovasi, kekuatan finansial, dan dukungan pasar, pertanyaan yang muncul adalah: apakah ini awal dari era baru di mana Alphabet kembali menjadi motor utama revolusi AI?