Raksasa semikonduktor Nvidia (NVDA) tengah bersiap melaporkan kinerja keuangan kuartal kedua 2025, namun sorotan terbesar bukan hanya pada angka laba atau pendapatan yang fantastis, melainkan juga pada risiko besar dari gejolak geopolitik.
Larangan ekspor chip ke China yang sempat diberlakukan pemerintahan Donald Trump, lalu dicabut dan diganti dengan skema pungutan 15% dari setiap penjualan ke negeri Tirai Bambu, diperkirakan akan memangkas kinerja Nvidia hingga $8 miliar pada periode ini.
Bagi pasar, momen ini bukan sekadar laporan keuangan rutin, melainkan sebuah stress test terhadap daya tahan Nvidia di tengah ketidakpastian regulasi global.
Pertumbuhan Masih Impresif, Tapi Mulai Melambat
Menurut konsensus analis Bloomberg, Nvidia diperkirakan melaporkan earnings per share (EPS) sebesar $1,01 dengan pendapatan mencapai $46,2 miliar untuk Q2. Angka ini mencerminkan pertumbuhan 49% pada EPS dan 53% pada pendapatan dibanding periode yang sama tahun lalu.
Namun, jika dibandingkan dengan lonjakan spektakuler tahun sebelumnya ketika Nvidia mencatat pertumbuhan 151% EPS dan 122% revenue jelas terlihat tanda-tanda moderasi.
Antusiasme pasar AI memang masih tinggi, tetapi fase “ledakan awal” sudah mulai melandai.
China: Pasar Penting yang Jadi “Medan Perang”
China masih menjadi variabel terbesar. Trump, setelah sempat melarang total ekspor chip Nvidia ke China pada April lalu, mencabut larangan itu di Juli dengan syarat Nvidia harus menyetor 15% dari total penjualannya di China kepada pemerintah AS.
Lebih jauh, Trump juga menegaskan bahwa semua pengiriman semikonduktor ke AS akan dikenakan tarif 100% kecuali perusahaan berkomitmen membangun pabrik di Amerika. Untungnya, Nvidia diperkirakan lolos dari aturan keras ini.
Di sisi lain, pemerintah China sendiri mulai memberi peringatan keras kepada perusahaan lokal agar tidak terlalu bergantung pada chip Nvidia dengan alasan potensi “backdoor” keamanan.
Nvidia membantah tuduhan tersebut dan tengah bernegosiasi dengan regulator China untuk meredakan ketegangan.
Prospek Produk Baru: Blackwell Ultra dan GB200
Investor kini menaruh harapan besar pada keberhasilan produksi GB200 super chip serta rencana peluncuran Blackwell Ultra chip. Analis memperkirakan pengiriman rak server GB200 bisa mencapai 15.000 – 17.000 unit pada kuartal keempat tahun kalender ini, dengan target penuh tahun 2025 sekitar 30.000 unit, lebih tinggi dari proyeksi awal 25.000 unit.
Hal ini menunjukkan Nvidia masih punya kartu as di tengah tekanan eksternal. Bahkan beberapa analis, seperti dari Wedbush, menaikkan target harga saham Nvidia dari $175 menjadi $210, menandakan keyakinan pada permintaan AI yang tetap masif.
Dampak pada Pasar Saham Global
Kasus Nvidia bukan hanya soal satu perusahaan – ini adalah cerminan dari tensi geopolitik dan arah sektor teknologi dunia. Beberapa implikasinya:
- Nasdaq dan Sektor Teknologi AS
Nasdaq 100, yang sangat bergantung pada performa Nvidia dan raksasa Big Tech lainnya, bisa mengalami volatilitas besar. Dengan opsi trader memperkirakan pergerakan valuasi Nvidia hingga $260 miliar pasca laporan, efek domino terhadap saham-saham teknologi seperti AMD, Intel, hingga Microsoft (yang juga banyak berinvestasi di AI) hampir tak terhindarkan. - Sektor Semikonduktor Global
Jika Trump menegaskan kebijakan tarif 100% pada chip impor, tekanan tidak hanya menimpa Nvidia, tetapi juga TSMC, Samsung, dan Broadcom yang memasok komponen vital bagi rantai pasokan global.
Investor internasional harus bersiap pada risiko “reshoring” industri chip yang bisa memicu biaya lebih tinggi.
- Pasar Asia, Terutama China
Shanghai dan Shenzhen kemungkinan akan melihat tekanan pada saham-saham teknologi lokal, karena pemerintah China mulai mendorong substitusi chip lokal dan mengurangi ketergantungan pada Nvidia. Namun dalam jangka pendek, kekhawatiran “backdoor security” bisa memperlambat adopsi chip AI asing, sehingga menguntungkan pemain domestik seperti Huawei. - Investor Global dan Euforia AI
Euforia AI yang menjadi motor utama reli pasar saham global sepanjang 2023–2024 kini memasuki fase “reality check.” Pertanyaan pentingnya: apakah valuasi tinggi di sektor AI masih layak jika risiko geopolitik kian menumpuk?
Jika Nvidia gagal memenuhi ekspektasi, bukan mustahil terjadi koreksi tajam pada saham-saham teknologi lain yang ikut ditarik oleh hype AI.
Risiko, Momentum, dan Pertanyaan Besar
Meski fundamental Nvidia tetap solid, ada beberapa risiko yang tidak bisa diabaikan:
- China Risk – Jika Nvidia gagal mendapat izin penuh untuk menjual chip Blackwell khusus versi China, potensi pendapatan bisa terganggu lebih lama.
- Geopolitik Trump vs Beijing – Setiap kebijakan proteksionis baru bisa langsung menggerus valuasi.
- Momentum Investor – Pertumbuhan 50% masih tergolong tinggi, tetapi apakah cukup untuk terus memicu euforia investor yang sudah terbiasa melihat Nvidia mencetak tiga digit pertumbuhan?
Nvidia di Persimpangan Sejarah
Nvidia bukan lagi sekadar perusahaan chip ia kini adalah wajah dari revolusi AI global. Namun, di tengah semua hype, investor harus menimbang realitas geopolitik yang bisa mengubah arah dengan cepat.
Jika Q2 ini Nvidia berhasil melewati badai $8 miliar dan tetap mencetak pertumbuhan di atas 50%, pasar akan menilai bahwa perusahaan masih punya “benteng kokoh” melawan tekanan eksternal.
Tapi jika tidak, koreksi saham teknologi bisa menyebar cepat ke Nasdaq, pasar Asia, hingga sektor semikonduktor global.
Pertanyaan besar pun muncul: apakah valuasi $4 triliun sudah terlalu mahal untuk risiko sebesar ini?