Jun 26, 2025

Saham Teknologi Memimpin Rally dan Kenaikan Pasar Jelang Laporan CPI.

Default Featured Image

Pasar saham AS ditutup dalam suasana optimis pada Selasa lalu, dengan indeks-indeks utama melonjak setelah data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan memberikan dorongan kepercayaan bagi investor. 

Di tengah antisipasi terhadap laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis Rabu pagi, saham-saham teknologi memimpin lonjakan ini, mencerminkan sentimen positif yang mendominasi Wall Street.

### Lonjakan Saham Teknologi, Nasdaq Melesat 2,4%

Indeks Nasdaq Composite (IXIC), yang didominasi oleh saham-saham teknologi, mencatatkan kenaikan signifikan sekitar 2,4%, sementara S&P 500 (GSPC), yang merupakan acuan pasar lebih luas, naik sekitar 1,7%. 

Lonjakan ini didorong oleh data inflasi yang lebih dingin dari perkiraan. Harga produsen AS, yang sering kali menjadi indikator awal untuk pergerakan harga konsumen, hanya naik 0,1% pada Juli dibandingkan bulan sebelumnya, lebih rendah dari perkiraan para ekonom. Secara tahunan, Indeks Harga Produsen (PPI) naik 2,2%, mendekati target inflasi 2% yang ditetapkan oleh Federal Reserve.

Rilis PPI ini menjadi pembuka menjelang laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis. Data penjualan ritel untuk bulan Juli, yang merupakan indikator kunci dari kesehatan konsumen AS, juga akan diumumkan pada hari Kamis. Kedua data ini diharapkan memberikan gambaran lebih jelas tentang kondisi ekonomi AS saat ini dan potensi kebijakan moneter ke depan.

Dalam pergerakan saham, seperti raksasa teknologi yaitu Nvidia (NVDA) mencatat lonjakan sekitar 7%, melanjutkan kenaikan 4% yang terjadi pada hari Senin. Lonjakan ini didorong oleh rekomendasi dari analis di Bank of America, yang menyebut Nvidia sebagai salah satu saham “rebound” terbaik di tengah pasar yang pulih.

Di sisi lain, Home Depot (HD) mengalami penurunan setelah memangkas proyeksi penjualan untuk toko-toko sejenisnya hingga akhir tahun. Penurunan ini menekan saham pengecer perbaikan rumah tersebut, menunjukkan bahwa tantangan di sektor ritel masih belum sepenuhnya mereda.

Sementara itu, saham Starbucks (SBUX) melonjak 24% setelah pengumuman mengejutkan tentang pergantian CEO-nya. Perusahaan kopi raksasa ini mengumumkan bahwa Brian Niccol, mantan CEO Chipotle, akan mengambil alih kepemimpinan Starbucks. Sebaliknya, saham Chipotle (CMG) anjlok lebih dari 7% setelah berita tersebut.

Selain itu, Dow Jones Industrial Average (DJI) juga mencatatkan peningkatan, meskipun sedikit lebih rendah, dengan kenaikan sekitar 1%.

Kenaikan ini menandai lima hari terbaik bagi Nasdaq Composite, Nasdaq 100, dan S&P 500 sejak November tahun lalu, dengan masing-masing mencatatkan kemenangan beruntun selama empat hari berturut-turut. 

Hal ini tentu menjadi sinyal bahwa pasar mulai mengabaikan kekhawatiran terkait inflasi yang selama ini membayangi, dan beralih fokus ke potensi pemulihan ekonomi.

Dengan inflasi yang cenderung lebih terkendali, investor merasa lebih percaya diri bahwa Federal Reserve mungkin akan mengambil pendekatan yang lebih hati-hati terkait kebijakan suku bunga. 

Ekspektasi bahwa inflasi tidak akan meningkat terlalu tajam telah memicu optimisme di kalangan pelaku pasar, yang melihat hal ini sebagai peluang bagi pertumbuhan lebih lanjut di sektor teknologi dan industri lainnya.

Namun, perhatian kini beralih ke laporan CPI yang akan dirilis, yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai tren inflasi di AS. Jika laporan ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi terus mereda, itu bisa memperkuat tren bullish yang saat ini tengah berlangsung di pasar saham. 

Sebaliknya, jika data menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi, pasar mungkin harus menghadapi penyesuaian harga yang cepat.

Sebenarnya, dominasi saham teknologi bukanlah hal yang mengejutkan. Dengan sentimen pasar yang semakin positif, investor berbondong-bondong ke saham-saham teknologi yang dianggap sebagai mesin pertumbuhan utama dalam ekonomi digital. 

Saham-saham di sektor ini cenderung berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah dan inflasi yang terkendali, karena perusahaan teknologi seringkali dapat mempertahankan margin keuntungan yang kuat meskipun ada tekanan ekonomi.

Dengan data CPI yang akan segera dirilis, kinerja pasar di hari-hari berikutnya akan sangat bergantung pada bagaimana data ini diterima oleh investor dan bagaimana Federal Reserve meresponsnya. Jika inflasi terus menunjukkan tanda-tanda “pendinginan”, kita mungkin akan melihat lebih banyak reli di pasar saham, terutama di sektor teknologi.

Namun, ketidakpastian masih menyelimuti pasar, dan investor disarankan untuk tetap waspada terhadap potensi guncangan. Dalam situasi ini, peran data ekonomi seperti CPI menjadi semakin krusial dalam menentukan arah pergerakan pasar di masa mendatang.

Saham Teknologi Memimpin Rally dan Kenaikan Pasar Jelang Laporan CPI.
by Mohammad Alparidzy


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan