Jun 29, 2025

Musalem Peringatkan Risiko Inflasi dan Tantangan Kebijakan The Fed

Default Featured Image

Presiden Federal Reserve St. Louis, Alberto Musalem, pada hari Kamis mengangkat dua risiko utama: meningkatnya ekspektasi inflasi dan melemahnya pasar tenaga kerja yang terjadi bersamaan dengan kenaikan harga. Pernyataannya menyoroti pilihan sulit yang mungkin dihadapi bank sentral AS.

Ekspektasi Inflasi Meningkat

Sementara banyak rekan-rekannya berpendapat bahwa ekspektasi inflasi masih terkendali, Musalem mengungkapkan kekhawatiran bahwa data terbaru menunjukkan adanya peningkatan perkembangan yang bisa memaksa The Fed untuk mengambil kebijakan yang lebih ketat.

“Dalam kondisi saat ini, risikonya lebih besar dibandingkan jika inflasi berada di atau di bawah target,” kata Musalem dalam pidatonya di hadapan Economic Club of New York. “Risiko bahwa ekspektasi inflasi bisa menjadi tidak terkendali lebih tinggi dibandingkan jika ekonomi memiliki kelonggaran dan jika konsumen serta pelaku bisnis tidak baru saja mengalami periode inflasi tinggi.”

Meskipun ia masih meyakini bahwa inflasi akan kembali ke target 2% The Fed, Musalem mencatat bahwa “indikator pasar dan beberapa survei menunjukkan ekspektasi inflasi dalam jangka pendek meningkat secara signifikan dalam tiga bulan terakhir.” Jika inflasi tetap bertahan di atas target atau ekspektasi terus meningkat, “jalur kebijakan moneter yang lebih ketat dibandingkan jalur dasar mungkin akan diperlukan.”

Kebijakan Moneter Tetap Ketat

Dalam komentarnya kepada wartawan setelah pidatonya, Musalem menyatakan bahwa “konvergensi inflasi yang berkelanjutan” menuju target 2% akan memberikan keyakinan bagi The Fed untuk kembali memangkas suku bunga, tetapi ia tidak memberikan jadwal kapan hal itu akan terjadi.

> Ia juga menambahkan bahwa “skenario dasar saya adalah inflasi terus menuju 2%, asalkan kebijakan moneter tetap sedikit ketat, dan itu akan memakan waktu.” Namun, ia mengingatkan bahwa “saya melihat risiko inflasi bertahan di atas target 2% lebih condong ke arah kenaikan.”

Peringatan Musalem menyoroti kemungkinan komplikasi dalam narasi utama The Fed tentang inflasi yang menurun dan pemangkasan suku bunga lebih lanjut. Outlook ini tetap menjadi dasar kebijakan, meskipun pejabat The Fed mengakui potensi dampak dari tarif impor dan kebijakan imigrasi yang baru dari pemerintahan Trump terhadap harga-harga.

Dampak Perubahan Kebijakan ke Depan

Pandangan inti Musalem tetap sama, yakni kebijakan moneter akan tetap ketat “sampai konvergensi inflasi benar-benar terjamin.” Namun, ia memperingatkan bahwa perubahan kebijakan yang akan datang “bisa berdampak besar pada jalur ekonomi.”

> “Skenario alternatif dan masuk akal di mana inflasi berhenti menurun, atau meningkat, sementara pasar tenaga kerja melemah, juga harus dipertimbangkan,” katanya.

Kombinasi antara pasar tenaga kerja yang melemah dan inflasi tinggi adalah tantangan sulit bagi bank sentral. Kondisi ini akan menciptakan ketegangan antara tujuan The Fed untuk mencapai lapangan kerja penuh dan menjaga inflasi tetap terkendali, sehingga memaksa mereka untuk menentukan prioritas utama.

Namun, Musalem menegaskan bahwa ia tidak melihat risiko inflasi yang meningkat bersamaan dengan melemahnya pasar tenaga kerja sebagai sesuatu yang cukup signifikan untuk dikategorikan sebagai “stagflasi.”

Musalem Peringatkan Risiko Inflasi dan Tantangan Kebijakan The Fed
by Rian Jakawardana


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan