Jun 30, 2025

Kiyosaki Sebut Bitcoin Lebih Aman dari Emas Jelang Crash Pasar Global

Default Featured Image

Robert Kiyosaki kembali memukul gong krisis. Dalam sebuah pernyataan tegas di platform X pada 6 Mei lalu, penulis buku legendaris Rich Dad Poor Dad menyebut bahwa bitcoin adalah perlindungan terbaik dari kehancuran finansial yang “paling besar dalam sejarah”. Bukan emas, bukan perak, dan tentu saja bukan dolar Amerika.

Di tengah kabar bahwa pasar saham, obligasi, dan real estat siap menghadapi badai besar, Kiyosaki menyatakan hanya ada tiga pelindung nilai yang ia percayai: emas, perak, dan bitcoin. Namun, yang paling ia pegang erat dalam arti harfiah dan ideologis adalah Bitcoin.

“Saya Punya Tambang Emas, Tapi Tetap Pilih Bitcoin”

Pernyataan Kiyosaki bukan main-main. Ia mengaku memiliki tambang emas, perak, dan sumur minyak tapi menegaskan bahwa Bitcoin lebih bisa dipercaya. “Jika harga emas atau perak naik, saya tinggal tambang lagi. Tapi tidak dengan Bitcoin. Jumlahnya tetap 21 juta. Titik,” tulisnya.

Pernyataan ini menjadi penegasan ulang atas argumen utama para maximalist BTC: digital scarcity. Tidak peduli seberapa kuat keinginan pasar, pasokan Bitcoin tidak akan pernah melebihi 21 juta koin.

Sebuah karakteristik yang tidak dimiliki bahkan oleh emas yang selama ini dijuluki “safe haven” utama.

Dalam konteks inflasi tinggi dan kepercayaan publik yang mulai rapuh terhadap bank sentral, argumen ini terdengar semakin relevan.

Prediksi Kiamat Finansial Mulai Menjadi Kenyataan?

Mengutip bukunya yang dirilis tahun 2002, Rich Dad’s Prophecy, Kiyosaki mengklaim bahwa “keruntuhan pasar terbesar sepanjang sejarah” sedang terjadi sekarang. Ia memprediksi kehancuran simultan pasar saham, obligasi, dan properti dalam waktu yang “sangat-sangat dekat”.

Apakah ini sekadar retorika dramatis khas penulis bestseller? Tidak sesederhana itu. Data makro memang mengindikasikan tekanan. Imbal hasil obligasi melonjak, indeks saham mulai goyah, dan suku bunga tinggi mulai menggerus daya beli masyarakat kelas menengah terutama di Amerika Serikat.

Bagi Kiyosaki, ini adalah saatnya mencairkan portofolio fiat dan memarkir nilai pada instrumen yang tidak bisa dimanipulasi oleh pemerintah. Dan untuk pertama kalinya secara eksplisit, ia menyebut Bitcoin lebih unggul dibanding emas dan perak, bukan hanya sebagai pelengkap.

“Uang Palsu” dan Ketidakpercayaan Terhadap The Fed

Kiyosaki juga menegaskan ketidakpercayaannya terhadap Federal Reserve dan Departemen Keuangan AS, menyebut keduanya sebagai pencetak “uang palsu”. Dalam pandangannya, setiap kali krisis datang, pemerintah hanya akan “menyalakan mesin cetak” dan membanjiri sistem dengan likuiditas yang pada akhirnya akan menghancurkan nilai dolar itu sendiri.

Ia memperkirakan bahwa jika crash benar-benar terjadi, The Fed akan kembali mencetak triliunan dolar, meningkatkan jumlah uang beredar (M2), dan memperparah inflasi. Dan itulah mengapa, menurutnya, “savers are losers” menabung dalam mata uang fiat hanyalah jalan pelan menuju kehancuran daya beli.

Arah Pasar Sentimen Investor Mulai Bergeser

Pernyataan Kiyosaki datang di saat yang krusial. Bitcoin baru saja menembus level $98.000, didorong oleh meningkatnya aliran dana institusional dan ketidakpastian makro. ETF spot BTC terus mencatatkan inflow, dan indeks Fear & Greed kembali berada di zona “Greed”.

Dengan latar ini, suara Kiyosaki bukan lagi suara pinggiran. Ia menjadi bagian dari narasi baru: bahwa Bitcoin bukan hanya spekulatif, tetapi juga strategis. Bukan hanya anti-inflasi, tapi juga anti-manipulasi.

Dari Buku ke Blockchain

Jika tahun 2002 adalah tahun saat Kiyosaki memperingatkan soal crash besar dalam bentuk buku, maka 2025 adalah momen ketika ia menyampaikannya dalam bentuk digital dan bertindak sesuai dengan itu.

Pilihannya terhadap Bitcoin atas emas adalah sinyal bahwa narasi “emas digital” kini benar-benar mendapat restu dari salah satu ikon finansial ritel paling berpengaruh.

Apakah dia benar kali ini? Waktu yang akan membuktikan. Tapi satu hal pasti: investor retail dan institusi sudah mulai mendengarkan, dan mungkin, bertindak.

Kiyosaki Sebut Bitcoin Lebih Aman dari Emas Jelang Crash Pasar Global
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan