Jun 30, 2025

Emas Anjlok Usai Rekor, Dolar Menguat karena Sinyal Damai Dagang AS-Tiongkok

Default Featured Image

Emas turun lebih dari 1% pada hari Selasa setelah sempat menyentuh rekor tertinggi di level $3.500 per ons di awal sesi. Penurunan ini terjadi setelah komentar Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang memberi sinyal kemungkinan meredanya ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok. Pernyataan tersebut memicu optimisme di pasar saham dan mendorong penguatan dolar AS.

Harga spot emas turun 1,5% menjadi $3.372,68 per ons pada pukul 15:46 waktu setempat (1946 GMT), setelah sebelumnya sempat melonjak hingga 2,2% ke level $3.500,05. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS ditutup melemah 0,2% di $3.419,40.

> “Komentar dari Menteri Keuangan AS sore ini yang mengisyaratkan kemungkinan meredanya perang dagang dengan Tiongkok menjadi titik awal penurunan harga emas,” kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.

Bessent mengatakan pada hari Selasa bahwa dirinya yakin akan ada penurunan ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok, meskipun ia menggambarkan proses negosiasi ke depan sebagai “perjuangan panjang” yang belum benar-benar dimulai.

Pasar saham AS melonjak lebih dari 2%, dan dolar AS menguat setelah Bessent menyebut bahwa kebijakan tarif saat ini tidak bisa dipertahankan dalam jangka panjang. Indeks dolar (.DXY) naik 0,7% terhadap mata uang utama lainnya, yang membuat harga emas menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang asing.

“Kenaikan di pasar saham dan indeks dolar hari ini memberikan tekanan negatif terhadap pasar emas,” ujar Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals.

Prospek Emas Masih Positif di Tengah Ketidakpastian Global

Meskipun begitu, emas spot telah naik 29% sepanjang tahun ini dan berhasil mencatatkan rekor tertinggi ke-28 pada hari Selasa, saat mencapai $3.500 per ons untuk pertama kalinya.

JPMorgan memperkirakan tren kenaikan ini akan terus berlanjut, dengan proyeksi bahwa harga emas akan menembus $4.000 per ons tahun depan. Proyeksi ini didasarkan pada meningkatnya risiko resesi, tarif AS yang lebih tinggi, dan ketegangan dagang AS-Tiongkok yang masih membayangi.

Para pelaku pasar juga akan mencermati pidato beberapa pejabat Federal Reserve akhir pekan ini, untuk mendapatkan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan, di tengah kekhawatiran terhadap independensi bank sentral tersebut.

Emas, yang tidak memberikan imbal hasil, biasanya digunakan sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian global dan inflasi, serta cenderung berkinerja baik di lingkungan suku bunga rendah.

Emas, yang tidak memberikan imbal hasil, biasanya digunakan sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian global dan inflasi, serta cenderung berkinerja baik di lingkungan suku bunga rendah.

Indeks kekuatan relatif (RSI) emas saat ini berada di angka 74, yang mengindikasikan bahwa emas berada dalam kondisi jenuh beli (overbought).

Harga spot perak turun 0,7% ke $32,47 per ons, platinum melemah 0,8% ke $953,64, dan palladium naik 0,6% ke $932,75.

Emas Anjlok Usai Rekor, Dolar Menguat karena Sinyal Damai Dagang AS-Tiongkok
by Rian Jakawardana


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan